Susi Pudjiastuti ini menjadi
perbincangan yang hangat di masyarakat setelah Presiden Jokowi mengangkatnya menjadi menteri kelautan dan perikanan. Selain gayanya yang
nyentrik ternyata beliau juga tidak menyelesaikan sekolah menengah atas. Nama
Susi Pudjiastuti tidak asing lagi bagi saya, dan bisa dibilang beliau adalah
salah satu tokoh yang menginspirasi bagi saya. Saya tahu nama beliau ketika membaca
suratnya di buku Surat dari dan untuk pemimpin yang diterbitkan oleh Tempo
institute tahun 2013 lalu. Kemudian Tempo mempertemukan saya dengan beliau
beberapa bulan yang lalu di acara bedah buku tersebut. Ketika membaca suratnya
begitu menginspirasi apa lagi setelah saya bertemu dengan beiau.
Ibu Susi seperti seseorang yang tanpa
ketakutan menghadapi dunia ini dan dia merupakan orang yang bebas dalam
berpikir. Walaupun tidak lulus SMA jangan salah hobbynya membaca menjadikan dia
menjadi seseorang yang seperti ini. Bahkan bahsa inggris yang fasih yang
dikuasinya diperolehnya dari membaca novel. Walaupun tidak menyelesaikan
pendidikannya dia dengan tegas bisa membawahi puluhan pilot dan teknisi.
O ya saya akan menulis surat yang
ditulis oleh ibu Susi semoga menjadi inspirasi kita semua.
PEMUDA PEMIMPIN MASA DEPAN
Inilah sepenggal kisah dari saya;
Saya mengenal dunia usaha sejak
remaja. Tepatnya sejak saya memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah tahun
1982/ Waktu itu saya baru kelas 2 SMA. Saya sadar dengan hanya berbekal ijazah
SMP, tak akan ada satupun perusahaan yang mau mempekerjakan saya. Klaupun ada
hanya sebatas sebagai “cleaning Service”. Tapi pada saat itu saya yakin bahwa
putus sekolah bukanlah akhir dari segalanya. Meskipun mungkin keputusan itu
salah; saya tidak pernah menyesalinya. Yang saya sangat saya tahu waktu itu
adalah “school was just not my thing’’. Saya selalu punya keyakinan kalau kita
mau berbuat sesuatu pasti akan ada jalan, saya selalu percaya bahwa manusia
diberi pilihan untuk menciptakan jalan hidup yang dipilihnya.
Saya ciptakan sebuah usaha, pekerjaan
yang yakin akan menghasilkan uang, dimana akhirnya saya tidak harus bergantung
dengan orang lain. Saya tidak suka ketergantungan, arena ketergantungan akan
mengurangi kemandirian. Tanpa kemandirian kita akan selalu ada dalam
keterbatasan dalam menciptakan atau mengerjakan sesuatu, sehingga akhirnya
hasilnya tidak sesuai dengan yang kita
rencanakan.
Kehidupan nelayan di Pangandaran dan
pesisir Pantai Selatan Jawa, begitu keras dan penuh resiko, dinihari meluat
siang/sore baru pulang, setiap hari tidak peduli ombak atau cuaca untuk sebuah
keyakinan. Ini banyak meberikan kepada saya keyakinan dan lebih mengerti makna
hidup adalah sebuah keyakinan. Masa-masa itu untuk bertahan hidup saya jualan
Bed Cover, cengkeh, hingga akhirnya menjual ikan hasil tangkapan para nelayan.
Pokoknya apa saja yang bisa saya kerjakan saya kerjakan.
Ketika akhirnya saya fokus di bisnis
hasil tangkapan Lobster nelayan, peluang besar itu akhirnya datang. Tantangannya
adalah saya harus membawa Lobster hidup dari Pangandaran ke Jakarta untuk di
ekspor ke luar negeri. Perjalanan yang jauh berjam-jam membuat angka kematian
sangat tinggi. Hal ini membuat saya bertekad menerbangkan lobster-lobster hidup
tadi dengan pesawat kecil ke Jakarta.
Para pemimpin masa depan, daam hidup
ini kita harus berani mengambil resiko. Ini terjadi ketika saya kembali nekad
memutuskan mendaratkan pesawat kecil saya di meulaboh dan pulau Simeuleu,
setelah tsunami menggerus pessisir timur provinsi NAD. Semua orang tergerak
untuk membantuu. Termasuk saya. Tanpa ijin terbang bahkan ijin operasi, tanpa
kepastian bisa mendarat atau tidak, saya akhirnya bisa meyakinkan semua pihak,
Meulaboh bisa ditembus lewat udara. Dan sejak hari itu bantuan mengalir kesana.
Ini bukanlah kisah heroik saya. Namun. Ada perasaan “Hangat” (saya merasakan
“good feeling’ yang luar biasa !) menyusup kedalam hati kita, ketika mampu
berbuat sesuatu untuk orang lain karena kita bisa dan memutuskan untuk
melakukannya. Keyakinan, keberanian seperti inilah yang membuat saya bertahan
menjadi seperti sekarang ini; membawa pesawat-pesawat kecil saya menembus
pedalaman, pelosok Indonesia.
Pemimpin masa depan, saya tahu tidaklah
mudah memulai sebuah usaha di negeri kita tercinta ini. Begitu banyak barikade
yang harus kita hadapi, dari regulasi yang tidak flexible, paper work exercise
yang berlapis dan mencekik kita, bahkan setelah kita menjadi sebesar sekarang.
Tapi itulah tantangan kita, ntuk membuat lingkungan lebih kondusif bagi semua pihak, untuk menciptakan lapangan
kerja dan kesempatan untuk lebih banyak anak bangsa. Yang saya lakukan hanyalah
sebagian dari tujuan kita untuk menjadi bagian Indonesia. Meudahkan, mendekatkan
anak-anak bangsa dengan ibu kiota, atau kabupaten dengan provinsi. Merubah hari
perjalanan menjadi hanya satu jam atau dua jam saja. Ikut berpartisipasi
menjadi NKRI.
Pesan saya untuk para pemimpin masa
depan: mulailah rubah pola pikir kita,
untuk selalu mau bekerja keras jangan berleha-leha. Sangatlah tidak pantas di
negeri yang kaya raya; kita menjadi miskin. Seperti tikus mati di lumbung padi.
Sumber daya apa yang tidak ada di negeri ini? Saya tahu saya orang yang tidak
mau diatur, diperintah atau disuruh untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan hati nurani, tapi itulah yang membuat saya menjadi manusia dengan pikran
merdeka.
Pemimpin masa depan, yakinlah
keberhasilan kita untuk masa depan bangsa kita hanya kita dapatkan dengan jiwa
& pikiran yang merdeka dan mandiri.
Selamat berjuang.
Salam hangat.
Susi Pudjiatuti