Kamis, 06 November 2014

Surat Dari Menteri Susi Pudjiastuti

Susi Pudjiastuti ini menjadi perbincangan yang hangat di masyarakat setelah Presiden Jokowi mengangkatnya menjadi menteri kelautan dan perikanan. Selain gayanya yang nyentrik ternyata beliau juga tidak menyelesaikan sekolah menengah atas. Nama Susi Pudjiastuti tidak asing lagi bagi saya, dan bisa dibilang beliau adalah salah satu tokoh yang menginspirasi bagi saya. Saya tahu nama beliau ketika membaca suratnya di buku Surat dari dan untuk pemimpin yang diterbitkan oleh Tempo institute tahun 2013 lalu. Kemudian Tempo mempertemukan saya dengan beliau beberapa bulan yang lalu di acara bedah buku tersebut. Ketika membaca suratnya begitu menginspirasi apa lagi setelah saya bertemu dengan beiau.  

Ibu Susi seperti seseorang yang tanpa ketakutan menghadapi dunia ini dan dia merupakan orang yang bebas dalam berpikir. Walaupun tidak lulus SMA jangan salah hobbynya membaca menjadikan dia menjadi seseorang yang seperti ini. Bahkan bahsa inggris yang fasih yang dikuasinya diperolehnya dari membaca novel. Walaupun tidak menyelesaikan pendidikannya dia dengan tegas bisa membawahi puluhan pilot dan teknisi.
O ya saya akan menulis surat yang ditulis oleh ibu Susi semoga menjadi inspirasi kita semua.

PEMUDA PEMIMPIN MASA DEPAN
Inilah sepenggal kisah dari saya;
Saya mengenal dunia usaha sejak remaja. Tepatnya sejak saya memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah tahun 1982/ Waktu itu saya baru kelas 2 SMA. Saya sadar dengan hanya berbekal ijazah SMP, tak akan ada satupun perusahaan yang mau mempekerjakan saya. Klaupun ada hanya sebatas sebagai “cleaning Service”. Tapi pada saat itu saya yakin bahwa putus sekolah bukanlah akhir dari segalanya. Meskipun mungkin keputusan itu salah; saya tidak pernah menyesalinya. Yang saya sangat saya tahu waktu itu adalah “school was just not my thing’’. Saya selalu punya keyakinan kalau kita mau berbuat sesuatu pasti akan ada jalan, saya selalu percaya bahwa manusia diberi pilihan untuk menciptakan jalan hidup yang dipilihnya.

Saya ciptakan sebuah usaha, pekerjaan yang yakin akan menghasilkan uang, dimana akhirnya saya tidak harus bergantung dengan orang lain. Saya tidak suka ketergantungan, arena ketergantungan akan mengurangi kemandirian. Tanpa kemandirian kita akan selalu ada dalam keterbatasan dalam menciptakan atau mengerjakan sesuatu, sehingga akhirnya hasilnya tidak sesuai  dengan yang kita rencanakan.

Kehidupan nelayan di Pangandaran dan pesisir Pantai Selatan Jawa, begitu keras dan penuh resiko, dinihari meluat siang/sore baru pulang, setiap hari tidak peduli ombak atau cuaca untuk sebuah keyakinan. Ini banyak meberikan kepada saya keyakinan dan lebih mengerti makna hidup adalah sebuah keyakinan. Masa-masa itu untuk bertahan hidup saya jualan Bed Cover, cengkeh, hingga akhirnya menjual ikan hasil tangkapan para nelayan. 
Pokoknya apa saja yang bisa saya kerjakan saya kerjakan.

Ketika akhirnya saya fokus di bisnis hasil tangkapan Lobster nelayan, peluang besar itu akhirnya datang. Tantangannya adalah saya harus membawa Lobster hidup dari Pangandaran ke Jakarta untuk di ekspor ke luar negeri. Perjalanan yang jauh berjam-jam membuat angka kematian sangat tinggi. Hal ini membuat saya bertekad menerbangkan lobster-lobster hidup tadi dengan pesawat kecil ke Jakarta.

Para pemimpin masa depan, daam hidup ini kita harus berani mengambil resiko. Ini terjadi ketika saya kembali nekad memutuskan mendaratkan pesawat kecil saya di meulaboh dan pulau Simeuleu, setelah tsunami menggerus pessisir timur provinsi NAD. Semua orang tergerak untuk membantuu. Termasuk saya. Tanpa ijin terbang bahkan ijin operasi, tanpa kepastian bisa mendarat atau tidak, saya akhirnya bisa meyakinkan semua pihak, Meulaboh bisa ditembus lewat udara. Dan sejak hari itu bantuan mengalir kesana. Ini bukanlah kisah heroik saya. Namun. Ada perasaan “Hangat” (saya merasakan “good feeling’ yang luar biasa !) menyusup kedalam hati kita, ketika mampu berbuat sesuatu untuk orang lain karena kita bisa dan memutuskan untuk melakukannya. Keyakinan, keberanian seperti inilah yang membuat saya bertahan menjadi seperti sekarang ini; membawa pesawat-pesawat kecil saya menembus pedalaman, pelosok Indonesia.

Pemimpin masa depan, saya tahu tidaklah mudah memulai sebuah usaha di negeri kita tercinta ini. Begitu banyak barikade yang harus kita hadapi, dari regulasi yang tidak flexible, paper work exercise yang berlapis dan mencekik kita, bahkan setelah kita menjadi sebesar sekarang. Tapi itulah tantangan kita, ntuk membuat lingkungan lebih kondusif  bagi semua pihak, untuk menciptakan lapangan kerja dan kesempatan untuk lebih banyak anak bangsa. Yang saya lakukan hanyalah sebagian dari tujuan kita untuk menjadi  bagian Indonesia. Meudahkan, mendekatkan anak-anak bangsa dengan ibu kiota, atau kabupaten dengan provinsi. Merubah hari perjalanan menjadi hanya satu jam atau dua jam saja. Ikut berpartisipasi menjadi NKRI.

Pesan saya untuk para pemimpin masa depan: mulailah rubah pola pikir kita, untuk selalu mau bekerja keras jangan berleha-leha. Sangatlah tidak pantas di negeri yang kaya raya; kita menjadi miskin. Seperti tikus mati di lumbung padi. Sumber daya apa yang tidak ada di negeri ini? Saya tahu saya orang yang tidak mau diatur, diperintah atau disuruh untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan hati nurani, tapi itulah yang membuat saya menjadi manusia dengan pikran merdeka.

Pemimpin masa depan, yakinlah keberhasilan kita untuk masa depan bangsa kita hanya kita dapatkan dengan jiwa & pikiran yang merdeka dan mandiri.

Selamat berjuang.
Salam hangat.

Susi Pudjiatuti

2 komentar:

  1. Memang menarik sih cerita perjalanan Bu Susi :)
    Eh, Bu Susi yang ke Bandung pakai helikopter itu kan yak?

    BalasHapus
  2. iya dian, bu susi sempat marah karena tidak diperbolehkan mendaratkan helikopternya dan tadinya mau balik lagi tapi untngnya dibujuk sama teh Eni kabiro Tempo hehe

    BalasHapus

Dengan mengirim komentar kita telah berbagi

My Oktober Journey

Hey Oktober Luar biasa yah dibulan ini, ah nano-nano sekali. Meskipun tiap weekend ga sibuk event tapi di Oktober ini aku jadi sering pergi,...