Dia duduk diujung cafe, saat mentari tengah kembali keperaduannya, saat potongan waktu akan berubah, saat semua orang tengah sibuk pulang kerumahnya bertemu keluarga, saat para pasangaan tengah menikmati pantai sambil bermesraan seolah dunia ini milik mereka berdua. dia menggunakan rok mini dan kaos warna ijo, ditelinganya terpasang airphone, dan dia sibuk menulis dilaptopnya. Rambutnya keriting, sepertinya dia tidak mengikuti mode perempuan sekarang yang menggunakan berbagai cara agar rambutnya lurus, entah itu rebonding ataupun smooting. Kulitnya tak putih bahkan bisa dibilang hitam, hidungnya mancung dan dia memiliki mata yang indah, mata yang berbinar.
Dia begitu sibuk, setelah selesai mengetik dia menelpon kemudia mengetik lagi, setelah itu ada beberapa temannya yang datang tapi Cuma sebentar, kemudian dia sendiri lagi. Dia telah lama sepertinya duduk disana, karna gelas-gelas yang tertumpukpun telah banyak. Tak lama dia mengeluarkan rokok dari tasnya, kemudian dia mengehentikan aktivitas menulisnya, dan menghisap rokoknya. Pandangannya semu dan diam, sepertinya dia tengah menerawang, entah apa yang ada dalam pikirannya. Cara dia menimati rokok, seperti tengah melepaskan beban hidupnya, entahlah tiba-tiba aku berpikir demikan, padahal aku bukan peramal dan tak kenal pula padanya.
Kemudian dia memanggil waiters, tak lama seorang wanita berseragam biru datang, kemudian perempuan itu berkata sesuatu, entahlah apa yang dia katakan. Lalu wanita berseragam itu meninggalkannya. Dia sibuk mendengarkan lagu dari hpnya, dan aku liat dia telah menghabiskan 5 batang rokok. Dia tak melakukan aktivitas apapaun selain diam dan mendengarkan lagu yang diputar di airphonenya. Tak lama wanita berseragam biru itu datang membawakannya segelas minuman lagi, dia menaruh minuman itu diatas meja didepan perempuan itu, lalu dia pergi meninggalkan perempuan itu, dan dia sendiri lagi. Dia kemudian menyedot minuman yang dibawakan pelayan tadi, lalu menelpon setelah itu membaca buku.
Aku mencoba mendekati mejanga, “Bolehkah aku duduk?”
“Silahkan,” Jawabnya sembari tersenyum dan menutup bukunya.
“Kamu suka Seno Gumira Ajidrama?” aku melirik buku yang dibacanya.
“iya,
“Aku yakin kamu penulis,”
“bukan, yakin darimana?”
“dari buku yang kamu baca”
“Bukankah semua orang suka Seno, tak hanya penulis?”
“Tapi aku liat cara kamu membaca berbeda,”
“o yah, sorry nama kamu”
“Aji,” Aku mengulurkan tangan
“Mira,”
“Hey nama kita ada dalam perpaduan nama Seno”
“hahhaa, iya Gumira Aji?”
“Yups,”
“Sorry Aji, aku harus pergi, next time kita bertemu lagi”
“Ok, Mira hati-hati”
Dia berlalu, dan aku ternyata lupa meminta kartu nama dan nomor telponnya.