Kepulan asap menghiasi langit malam di
desa Maruyung Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung. Sijago merah melahap rumah dsaat para penghuni rumah tengah khusu menjalankan
solat tarawih.
Disalam yang ketiga, para jamaah
menghambur meninggalkan mesjid saat mendengar teriakan kebakaran, semuanya
kalap dan mencoba memadamkan api. Namun usaha itu sungguh sulit ditambah lagi
karena kekeringan, satu jam kemudian datanglah petugas kebakaran, dan setengah jam kemudian api berhenti
melahap.
Apin, (60) masih ingat api itu
menyambar rumahnya hingga ludes tak menyisakan apa-apa hanya baju yang
dikenakan di badannya saja, apa lagi rumah yang ditempatinya adalah rumah semi
permanen.
”Api itu langsung menyambar rumah saya, aneh tidak kepinggir tapi langsung keatas, tidak ada yang bisa diselamatkan yang tertinggal ya baju yang dibadan ini,”katanya.
”Api itu langsung menyambar rumah saya, aneh tidak kepinggir tapi langsung keatas, tidak ada yang bisa diselamatkan yang tertinggal ya baju yang dibadan ini,”katanya.
Tak hanya Apin yang masih mengingat
kejadian itu, Rowa (70) hingga kini masih trauma jika melihat ketempat
kejadian, tak ada lagi rumah yang meneduhinya disaat terik matahari dan hujan.Nenek
tua itu masih ingat pada ayam-ayamnya yang ikut terbakar,”Aduh neng ayam emak
20 semuanya terbakar pas pagi liat tinggal bangkainya saja pada item,”katanya.
Rohmah, yang kesehariannya mengurus ayam-ayamnya, kini merasa jenuh dengan aktivitas dipengungsian, yang hanya diam.
“Biasanya, pagi-pagi subuh tuh udah ke air biar ga ngantri, kan disini susah air, kekeringan terus ngurusin ayam, sekarang diem terus bosen,”katanya.
Kebakaran melanda Desa Maruyung pada
tanggal 7 Agustus 2012, 22 rumah rusak berat dan 5 rumah rusak ringan, termasuk rumah Apin
dan keluarganya , satu balita mejadi korban dari kejadian tersebut.
Menurut penuturan Rahmat Hidayat ayah korban, anaknya tengah tidur dikamar dan istrinya salah mengambil, bukan anaknya yang dia gendong dan selamatkan namun bantal. kini Apin dan seluruh korban mengungsi di Sekolah dasar. Konsleting listrik menjadi penyebab sijago merah itu merambah.
Menurut penuturan Rahmat Hidayat ayah korban, anaknya tengah tidur dikamar dan istrinya salah mengambil, bukan anaknya yang dia gendong dan selamatkan namun bantal. kini Apin dan seluruh korban mengungsi di Sekolah dasar. Konsleting listrik menjadi penyebab sijago merah itu merambah.
Hari ketiga setelah kejadian saya dan
enam teman dari Unit Kegiatan Mahaisiwa di Unpas menyambangi para korban di
pengungsian, raut muka kesedihan masih terlihat jelas dimuka mereka, walaupun
bantuan yang diterima terus berdatangan, namun beban psykologi masih mendera
mereka.
“Kalau untuk makanan, gak kekurangan alhamdulilahnya banyak, pakaian juga banyak coba saja lihat, tapi kejadian itu seperti masih menghantui,”ujar Apin sambil mengelus dadanya.
“Kalau untuk makanan, gak kekurangan alhamdulilahnya banyak, pakaian juga banyak coba saja lihat, tapi kejadian itu seperti masih menghantui,”ujar Apin sambil mengelus dadanya.
Walaupun terkadang Rahmat Hidayat (50)
salah seorang korban sering bercanda agar menghibur tapi ia sendiri tak bisa
membohongi bahwa kejadian itu merupakan ujian yang berat dalam hidupnya.”bapak
mah bercanda terus neng, agar semuanya terhibur gak terlalu keingetan,”katanya.
Diapun bercerita, rumah baru yang
ditempati anaknyapun ikut ludes terbakar, apa lagi anaknya itu baru saja
melahirkan,”disini tuh semuanya hampir saudara, jadi anak sayapun ikut jadi
korban, padahal rumahnya baru saja dibangun dan bayinya masih merah,”katanya.
Nasib rumah Para korban tersebut masih
menunggu keputusan dari pemerintah setempat apakah akan dibuat seperti semula
atau setengahnya.
”Semoga aja cepet dibangunin lagi rumah, gak apa-apa jelek juga yang penting tuh punya rumah gak kayak gini luntang-lantung gak jelas,”ujar Rahmat. Satu lagi kesedihan yang melanda mereka, saat hari raya iduk fitri nati mereka harus pulang ke tempat pengungsian, bukan rumah seperti biasanya,”yah lebaran tahun ini mah pulang teh nanti kesini mungkin, kan kita sudah tak ada rumah,”tambah Rahmat.
”Semoga aja cepet dibangunin lagi rumah, gak apa-apa jelek juga yang penting tuh punya rumah gak kayak gini luntang-lantung gak jelas,”ujar Rahmat. Satu lagi kesedihan yang melanda mereka, saat hari raya iduk fitri nati mereka harus pulang ke tempat pengungsian, bukan rumah seperti biasanya,”yah lebaran tahun ini mah pulang teh nanti kesini mungkin, kan kita sudah tak ada rumah,”tambah Rahmat.
Menurut Koordinator BPBD Hendrawan,
BPBD agar berusaha cepat memperjuangkan rumah untuk para korban,”kita akan
berusaha secepatnya, agar nasib mereka jelas,”katanya.
Hendrawanpun membenarkan, bahwa saat
ini bantuan yang masuk memang telah banyak berdatangan,”untuk logistik sudah
banyak, jadi kalau mau nyumbang coba
buat korban yang lain saja, dan yang mereka perlukan saat ini hiburan
untuk mengurangi beban psykoligi,”katanya.
Tak hanya rumah, merekapun saat ini
kehilangan pekerjaannya, karena sebagian besar dari mereka adalah penjual es
Cendol. “Gimana bisa kerja, gerobak sama semua peralatannya terbakar abis gak
bersisa,”kata Rahmat.
Malam semakin larut, dan sebagian
pengungsi bersiap-siap beristirahat apa lagi mereka harus bangun untuk makan
sahur, saya berpamitan untuk pulang dan kembali ke Bandung, salaman hangat saya rasakan dari tangan para pengungsi,
dan sorotan mata penuh harapan mengantarkan saya hingga diteras sekolah.