Jumat, 10 Juni 2011

Menyusuri Sebagian Kota Bandung

   
Kemarin rasanya sangat lelah sekali,entah lah padahal tak ada kuliah hari ini, dan seperti biasa hanya rapat di Jumpa, lumayan dua agenda rapat. Selesai rapat rencanaya saya akan pergi ke balai kota ngasih surat buat minta ijin wawancara Dada Rosada, itu loch wali kota Bandung. Tapi semuanya diluar rencana, hari ini saya lebih memutuskan ( hahaa kayak dikasih pilihan saja) untuk hunting photo bersama rekan saya. Hunting kemna? Entahlah yang penting dapat photo yang bagus buat di tabloud Jumpa.

Berjalanlah saya ke pemukiman Tamansari bawah deket sungai Cikapundung yang katanya sedang dilakukan pemugaran dan pembersihan dan rencananya lagi tanggal 19 Juni nanti mau diadakan Kukuyaan yang akan memecahkan rekor muri dan Sang wali kota pun tak keberatan tuh buat menyediakan pelampung.

Cikapundung sungai yang membelah pemukiman, sungai itu nampak kotor dan penyebabnya banyak mulai dari warga yang membuang sampah sembarangan, ditambah lagi para pengelola kebun bianatang yang membuang kotoran hewan kesungai tersebut. Tak ada lagi kebersihan dan air yang bening yang sebenarnya dirindukan warga sekitar.

Beranjak dari sungai Cikapundung saya mengeok sebentar rumah yang dulu kebakaran. Menurut korban kebakaran tersebut dipicu oleh konsleting listrik, karena rumahnya yang sangat berdekatan akibatnya api dengan mudah merembet dan melahap rumah tetangganya, dalam waktu sekejap empat rumah habis deh dilahap sijago merah. Enam mobil kebakaranpun segera dikirim oleh pemerintah kota Bandung.
 Para Pemadam kebakaran tak begitu kesulitan dalam memadamkan sijago merah, yang mereka rasakan hanya akses menuju tempat nya saja,, hemmm alasannya Cuma satu karena kawasan itu padat.
Yahhh ngomong-ngomong padat nieee, selese melihat rumah tersebut asya dan salah satu teman meluncur ke Jembatan Pasopati, di sana saya melihat perumahan penduduk yang sangat padat, yah seolah-olah tak ada jarak diantara rumah satu dengan yang lain. Sempat ternbayang dalam benak saya jika kawasan tersebut di bom? gimna ya? Wah langsung lebur tuh kayaknyaaa.

Dari jembatan pasopati sekarang kita berjalan sedikit jauh, diiringi dengan kemacetan yang lumayan, walaupun sebenarnya kami sudah sedikit menghindar dari macet, tapi tetep sajaa terjebak, entahlah rasanya begitu susah menghindar dari kemacetan dikota kembang. Dan sang mentaripun sedang tepat diatas puncak, hmmm lengkap sudah semuanyaaa tapi dibawa enjoy sajaaaa.

Keputusan yang tepat rasanya saya memilih alun-alun Bandung. Disana ada Mesjid raya Propinsi yang sangat ramai, selain tempat beribadah dan beristirahat, mesjid tersebut dijadikan tempat kuliner. Berbagai jenis makanan ada disana mulai dari siomay, bakso, mie ayam, sate, minuman-minuman, dan ditambah pedagang aksesoris pokoknya tersedia.

Selesei solat dzuhur saya melanjutkan perjalanan yang tak tahu tujuannya, yah entah lah mau kemana yang penting kaki ini melangkah. Dan sang kaki mengajak saya untuk berjalan ke jembatan layang. Diatas sana ada beberapa peminta-minta, dan rasanya ini tak asing lagi bagi orang Indonesia, dikota-kota besar apa lagi. Saya sempet memotret paminta-minta yang sedang tidurrr,, heheeheh jahilnya.

Okkkk, kita sekarang berjalan ke jalan merdeka, ada apa ya disana? Pertama sich biasa saja, tapi saya menemukan sebuah mesjid dengan arsitwktur yang unik, hmmm mesjid bergaya kelenteng, lucu lohhh, tadinya saya pikir itu kelenteng tapi ternyata itu mesjid.

Setewlah itu saya menyusuri jalan dan tak ada yang istimewa, Cuma ada beberapa pedagang buku bekas, namun pas lewat disebuag gedung yang bertulis balai sumur Bandung teman saya bertanya, apa didalamnya ada sumurnya?
 Dimana sich sumur bandung itu?  Yahh akhirnya saya bertanya sama orang sekitar, dan mereka menunjukan lewtak sumur Bandung tersebut. Ternyata sumur yang bersejarah tersebut berada tepat ditengah-tengah gedung PLN. Ini loh cerita tentang sumur Bandung
Konon menurut sejarahnya, sumur ini terbentuk ketika Raden Adipati Wiranata Kusumah II yang waktu itu menjabat sebagai Bupati Karapyak (sekarang Dayeuh Kolot) beristirahat melepas lelah di pinggir kali Cikapundung. Beliau baru saja melakukan perjalanan yang sangat jauh untuk ukuran waktu itu yang keadaannya masih berupa hutan belantara.

 Beliau sangat berkeinginan untuk memindahkan ibukota dari Karapyak yang sering dilanda banjir Citarum ke kawasan yang bebas banjir. Saat beristirahat itu beliu menancapkan tongkatnya tidak jauh dari tempat duduk beliau. Ketika tongkat dicabut keluar air yang sangat jernih dari lubang bekas tongkat beliau.

 Agar air itu tidak terbuang percuma lalu beliau bersama rombongan ponggawa membuatkan lubang untuk menampung air tersebut, yang akhirnya di kemudian hari disebut Sumur Bandung. Dan atas persetujuan Daendels ibukota Kabupaten Bandung dari Karapyak pindah ke kawasan dekat sumur tersebut, yaitu dengan dibangunnya Pendopo sebelah selatan alun-alun sekarang.

Sumur Bandung yang bernilai sejarah ini sekarang berada di dalam kawasan Gedung PLN di jalan Asia Afrika Bandung. Sekarang bagian atas sumur tersebut diberi penutup berupa cungkup terbuat dari logam berwarna keemasan dan bagian sekelilingnya di pasangi rantai pembatas. Pada salah satu sisinya terdapat sebuah prasasti yang bertuliskan :
Sumur Bandung Mere Karahayuan ka Rahayat Bandung
Sumur Bandung Mere karahayuan ka Dayeuh Bandung
Sumur Bandung Kahayuning Dayeuh Bandung
Ayana di Gedung PLN Bandung.”
Bandung 25 Mei 1811
Raden Adipati Wiranata Kusumah II

Sekarang kadang-kadang ada juga orang  terutama dari luar kota datang untuk mengambil airnya karena dianggap mempunyai kekuatan atau keramat. Satu keistimewaan sumur ini selain airnya sangat jernih, di  musim kemarau pun  air sumur tetap melimpah.  Mungkin juga air sumur ini tidak pernah kering karena letaknya di pinggir sungai Cikapundung. Wallahualam. (Dari berbagai sumber)

Yah itu sedikit cerita tentang sumur Bandung.


Sudah ga berasa yah sekarang sudah bulan Desember lagi, yah sudah memasuki musim hujan, dan ornamen taun baru serta natal dimana-mana. Ah De...