Rabu, 02 Oktober 2013

Geng, Sahabat, Teman

Pagi ini aku rindu menulis, dan akhirnya bisa menyelesaikan satu cerpen. Namun ketika sedang asyik mengetik aku mendengar pembicaraan teman-temanku di kamar sebelah. Mereka teman-teman sekelas, hanya saja aku tidak bergabung dengan geng mereka. Sebuah menjadi rahasia umum ada geng di kelas.

Tapi sejak aku masuk kuliah aku memutuskan untuk tidak punya geng atau semacamnyalah. Aku memang mahasiswa yang cukup autis. Ke kelas belajar, paling gabung dengan teman-teman itu untk mengerjakan tugas kelompok selebihnya tidak ada. Tapi jangan pikir aku tidak punya teman dekat. 

Kita bahas geng dulu alasan aku tidak punya geng dan sebagainya aku merasa kurang nyaman aja. Terkadang mereka menuntut untuk melakukan ini itu. Cemburu dan sebagainya. Ribet banget kan. Sedangkan aku ingin hidup bebas, ingin menonton musik yang aku suka. Ingin pergi ke perpustakaan atau ke toko buku. Tapi selera itu berbeda dengan teman-teman kelasku. Aku suka musik jazz dan indie, mereka tidak. Aku suka pergi ke acara bedah buku, mereka tidak. Dan pada akhirnya aku harus punya teman yang memiliki kesukaan yang sama. Kalau dalam bahasa sunda “biar ga cengo teuing”

Aku jahat gak sih nguping? Hehehehe. Tapi ya ini hanya pembelajaran saja. Mereka membicarakan teman se-gengnya. Katanya punya teman barulah, dan bikin status di BBM atau lainnya dan saling menyindir. Dan temannya itu Ultah, kali aja ga mau traktir jadi ngehindar untuk berkumpul. Huft ribet juga ya punya geng?  Kok teman saling sindir sih, bukannya kalo ada masalah itu dibicarakan baik-baik saja, ya biar ga ada miss.

Lalu pertemanan atau persahabatan versi aku seperti apa?
Aku punya sahabat sekelas, namanya Ega. Awalnya ga deket sama sekali. Tapi entah ketika dia mau kos dia memilih kos denganku. Padahal Ega saat itu punya geng juga loh dan deket banget. Aku sama Ega hanya berkomunikasi dikelas tidak ada selebihnya. Bahkan Ega sering mendengar kabar buruk tentang aku dari teman satu sekolah deganku dulu yg sekarang satu kelas juga di kampus. Tapi entah kenapa dia memilih masuk keduniaku. Jika ditanya kenapa, jawaban dia tidak tahu.
Aku sama Ega punya latar keluarga yang hampir sama. Kedua orang tua kita berpisah. Namun Ega hidup dengan neneknya sejak kecil tapi ketika SMA dia pindah dengan ayahnya hingga kuliah.  Ega sedang ada masalah dengan ayahnya, jadi dia memutuskan untuk kos.
Ega waktu itu memilih keputusan yang keren. Dia akan hidup mandiri dan tidak tergantung pada ayahnya lagi. Ya mungkin itu salah satu dampak negatif perceraian orang tua. Ega tidak merasakan kasih sayang ibu dan ayahnya. Aku bersyukur melihat itu semua, aku merasa keluargaku sangat utuh.

Sejak saat itu aku dan Ega sama-sama berjuang, ciee lebay banget ya. Tapi memang seperti itu. Kita berdua berjualan roti dikelas, pokoknya melakukan apapun untuk menghasilkan uang tapi halal loh. Dan aku juga sedang mengalami masa sulit.  Kita saling bahu membahu, saling mengingatkan jika ada yang salah. Jika kesal kita memendamnya dulu baru dibicarakan. Jangan kira persahabatan kita mulus, pernah selama sebulan saling diam, tapi saling instofeksi diri kemudian kita baikan lagi.

Apakah kita saling mengekang? Tentu saja tidak. Apakah Ega suka apa yanga aku sukai? Tentu tidak. Dia tidak suka diskusi, tidak suka nonton musik, tidak suka baca buku, tidak suka menulis. Ega punya geng di kelas. Aku punya teman-teman di “JUMPA”, lalu apa aku marah saat Ega jalan dengan gengnya? Tentu tidak. Apa Ega Marah saat aku sibuk di Organisasi dan hobbyku? Tentu tidak.

Namun kita suka meluangkan waktu bersama hanya untuk menikmati malam. Saling cerita dan berbagi.  Aku bisa menangis dihadapana Ega tapi sulit dihadapan orang lain. Begitupun dia. Aku mengenal keluarga Ega, begitupun sebaliknya. Kita dekat, sangat dekat. Ada yang orang lain tidak tahu tentang aku tapi Ega tahu. Bahkan kita bisa menangis bersama. Merasa dunia hanya milik kita walaupun sedang dalam kendaraan umum. Melakukan hal gila seperti karoke sampai tengah malam. Kita tidak menuntut teman atau sahabat itu hanya milik kita. Sama aja kayak pacaran.

Tidak selamanya harus bersama, toh suatu hari juga aku yakin aku dan ega akan hidup berpisah akan menjalani kehidupan masing-masing. Dan aku tidak bisa bergantung pada Ega begitupun sebaliknya. Teman itu bukan hanya tempat untuk bersenang-senang namun untuk berbagi saat susah pula. Teman tidak akan saling menjatuhkan namun akan memegang tangan kita dengan erat saat kita terjatuh. Teman tidak akan menuntut kita untuk selalu bersama. Namun akan selalu bersama saat menghadapi tuntutan hidup.

So apakah kamu punya sahabat atau teman? Atau hanya geng untuk teman berhura-hura. 

*Udah hampir seminggu aku dan Ega tidak bersama, hari inipu belum bertemu kangen juga sih J


Gadis yang Jatuh Cinta pada Senja

Apakah kamu pecinta pagi. Aku adalah pecinta pagi dan selamanya akan mencintai pagi. Entahlah bagiku pagi itu seperti alunan musik syahdu yang tak akan berhenti bernyanyi.  Jika tuhan menakdirkan aku hadir kembali, aku ingin jadi pendamping pagi. Apakah itu gila? Tentu saja tidak bagi mereka yang pernah merasakan jatuh cinta. Cinta itu adalah nyawa. Jika kamu sudah tidak pernah jatuh cinta hati kamu sedang mati dan itu berbahaya. Bukankah hidup ini sejatinya adalah saling berdampingan dan berbagi.

Aku bertahun-tahun mencintai pagi. Aku pernah diculik pagi dan pagi enggan ke bumi, lalu orang-orang murka. Mereka mengata-ngataiku. Lah bukannya itu anugerah biar kalian terlelap. Tapi sudahlah akhirnya aku mau berbagi pagi lagi. Aku memang tak bisa egois. Pagi juga berkata “jika kamu mencintaiku kamu harus mau berbagi”

Apakah cinta itu tidak boleh egois? Tapi aku pernah dilabrak cewek orang karena pacarnya ketahuan berpacaran denganku. cewek itu egois karena tidak mau berbagi pacar denganku? Padahal aku tidak akan merebutnya. Pacarnya  hanya teman untuk bersenang-senang. Dan aku juga sudah yakin dia akan menikahi pacarnya bukan aku.

Tapi cinta juga ternyata membosankan. Aku sudah bosan dengan pagi, entah kenapa.  Sudah berhari-hari aku tidak menyambut pagi, bahkan aku mengacuhkannya saat dia datang.
Pagi tidak marah. Itulah pagi yang selalu baik hati. Dia sabar. Dia terus merayuku. Menaruh mawar dekat bantalku. Tetap mengecup keningku.

Suatu hari aku pergi kepantai. Aku duduk dan mendengar ombak bernyanyi dengan merdu. Tiba-tiba aku melihat cahaya kuning. Seperti telur yang direbus. Aku terus menatapnya. Jantungku berdebar kencang. Wajahku memerah bagai rebusan kepiting. Senja tersenyum kepadaku. Aku hanya terdiam. Duh apa aku jatuh cinta lagi? Apa iya aku bisa jatuh cinta selain pada pagi.

Senja menyapaku kemudian pergi . Hatiku semakin bergetar. Tapi itulah senja, dia tak akan lama, dia akan segera pergi. Dan entahlah apakah esok senja akan datang seperti hari ini. Tapi sejak saat itu aku tidak peduli aku setia menunggu senja. Aku duduk ditepi pantai berdandan dengan cantik agar senja jatuh cinta padaku.

Senja melirikku. Dia tak berkata hanya mengecup bibirku. Mataku terpejam. Aku lupa jika saat itu semua orang melihatku. Dan mereka pasti melaporkannya pada pagi. Bukankah mereka masih dendam padaku. Aku mendengar mereka berbisik “coba lihat perempuan itu, bukankah itu pacar pagi. Kenapa dia berciuman dengan senja. Ah wanita itu tidak tahu malu”

Aku tak peduli, aku sedang jatuh cinta. Apakah mereka lagi-lagi tidak mengerti jatuh cinta. Kemudian senja pergi. Aku tidak sedih karna esok senja pasti akan menemuiku kembali. Dia sudah janj padaku. Keesokan harinya aku kembali duduk menanti senja. Esoknya lagi aku melakukan hal yang sama hingga suatu hari aku tidak bertemu senja. Aku kecewa, apakah senja sudah dimiliki orang lain.

O ya apa kabarnya pagi. Dia tetap baik dan seperti yang sudah aku bilang dia akan selalu baik. Jangan kira tidak ada yang melaporkan apa yang aku lakukan dengan senja. Tapi pagi bilang dia tidak peduli, mungkin saja aku hanya anak kecil yang sedang mencari mainan baru tapi setelah puas akan embali kerumah.

Bukan aku tidak peduli pagi. Aku masih mencintai pagi. Hanya saja saat ini aku juga mencintai senja. Aku percaya Pagi akan mengerti karena pagi mencintaiku tidak dengan egois. Dan selamanya aku akan mencintai pagi. Namun biarlah aku juga mencintai senja.


My Oktober Journey

Hey Oktober Luar biasa yah dibulan ini, ah nano-nano sekali. Meskipun tiap weekend ga sibuk event tapi di Oktober ini aku jadi sering pergi,...