Saat itu perasaanku tenang, Aku tidak
takut, dalam diriku selalu berkeyakinan bahwa aku akan baik-baik saja karena
ada Tuhan yang selalu baik. Walaupun sebenanrnya saat itu aku dirundung
kepanikan karena hampir setengah jam menunggu temanku tidak juga muncul. Satu
perstu penumpang sudah mulai meninggalkan halaman stasiun.
“Bagaimana jika tidak dijemput?” tanya
Ega
“Tidur di mushala berani gak kamu?”
“Mau bagaimana lagi?”
Kami terus menunggu sampai mungkin
penumpang hanya tinggal sepuluh orang lagi. Saat itu ada seorang wanita yang
umurnya kira-kira 40 tahunan bertanya alamat. Jelas saja aku tidak tahu,
walaupun sebenanrnya aku ingin membantunya karena aku yakin dia kebingungan
kemana dia harus mencari tengah malam begini.
Penjemputku datang, dia segera
menyuruh kami naik motornya, ah senangnya waktu itu bukan main plan B untuk
tidur di Mushala tidak jadi. Kita tidak
langsung ke rumhnya tapi berputar terlebih dahulu mengambil satu motor lagi.
Jalanan sangat sepi tidak ada satu
kendaraanpun yang lewat. Mahfud nama
temanku itu berjalan duluan aku dan Ega mengikutinya dari belakang. Aku tidak
ingat betul kami melewati jalan apa karena nampaknya jalanan semuanya hampir
sama. Lurus kemudian berbelok lagi. Dan tiba-tiba kami sampai di pinggir pantai
selat Madura.
“Gak apa-apa ya tidur diwarung, kosnt
sudah dikunci kalian datangnya terlambat,”
“Tidak apa-apa, santai saja” jawab
kami serempak.
Tempatnya seperti pasar dan sepertinya
baru dibangun. Warung teman aku tersebut
ada diatas, kami menaiki tangga. Disana berjejer beberapa etalase kecil dan
didepannya ada meja kecil serta alas untuk duduk lesehan. Sesbelah depannya
lagi ada kursi yang bisa memandang langsung ke laut selat Madura serta jembatan
Suramadu.
Aku dan Ega segera duduk dan
meletakkan barang barang diatas karpet warna biru. Di tempat yang sekitar 5
meteran dari kami ada seorang perempuan berumur 17 tahunan yang sedang tiduran
sambil menonton TV.
“Siapa? Adik?” tanyaku pada Mahfud
“Pacar,”ujarnya kemudian dia mendekati
pacaranya itu.
Ada kesan tidak enak saat kami tiba
dengan pacar mahfud itu. Dia tidak
menyapa kami, tersenyum juga enggak. Karena capek aku dan Ega agak cuek
dan tidak terlalu memikirkannya. Mas Mhafud kembali menemui kami, saat itu
karena udah lama tidak bertemu kami malah mengobrol banyak tentang cerita hidup
dia yang kini tengah menunggu kapal untuk membawanya berlayar. Dia juga masih
menceritakan Eka teman kami yang juga mantannya. Kami kenal Mhafud karena dulu dia berpacaran
dengan Eka.
Sekitar pukul 4 kami tertidur berbantalkan tas. Sebenanrnya saat itu memimpikan kasur yang empuk karena hampir 20 jam diatas kereta,tapi ingat jangan ngeluh.
Tanganku tidak bisa diam terus menepak-nepak
nyamuk. Ya tuhan nyamuknya besar-besar sekali dan gigitannya itu membuat gatal
serta panas dikulit. Aku segera memamaki lotion anti nyamuk lumayan tidak
seperti tadi.
Matahari menyorot mukaku, aku membuka
mata dan mencari Hp karena tidak ada jam. Baru pukul 05.30 tapi seperti sudah
hampir jam 7 di Bandung. Aku terbangun kemudian Mahfud menyuruhku agar
pindah ke kosnt, lebih tepatnya kosnt pacarnya.
Jaraknya sekitar 200 meteran sehingga kami menggunakan motor. Sesampai
disana kami langsung bersih-bersih serta mandi.
Ketika masuk ke kamar mandi
airnya kuning dan tidak segar, ternyata benar perkiraanku aku rindu air di
Bandung. Selesai mandi langsung terasa panas lagi. Aku dan Ega saat itu tidur
lagi karena badan kami masih pegal-pegal dan ngantuk aku tidur lagi hingga
terbangun karena merasa lapar.
Hari ini kami makan penyetan Lele dan
Telur. Entah karena lapar atau benar-benar enak hari itu aku makan lahap
sekali. Rasa sambalnya terasa banget, pedasnya pas. Ini kali pertama aku makan sambel yang bukan
buatan orang sunda tapi enak. Nasinya juga pulen. Kami berterima kasih kepada
ibunya mas Mahfud yang sudah memberikan makanan yang sangat enak.
Siang itu aku memutuskan untuk
berjalan-jalan disekitar sana saja denan sepeda. Saat kami kebawah ada penjual makanan Khas Kenjeran yang menawari
kami untuk mengicipi makanan. Aku langsung iya saja. Kemudian si ibu yang
umurnya kira-kra 40 tahunan dan berperawakan tidak terlalutinggi serta berkulit
aga kecoklatan itu menjelaskan kerupuk yang warnanya agak kehitaman itu namanya
Terung, yang terlintas diotakku saat itu adalah buah terung berwarna ungu.
Terung disini ternyata hewan laut. Si ibu menjelaskan jika melihat hewannya
mungkin saja aku tidak suka dan jijik tapi setelah diolah rasanya menjadi enak.
Satu lagi yang aku cicipi namanya Tripang entah itu hewan seperti apa tapi rasa
kerupuknya seperti kerupuk kulit, dan berasa serat di tenggorokan jadi jika
makan itu harus sedia air.
Namanya ibu Tati, dia bercerta
pengalamannya ketika ke Bandung mengikuti pameran. Menurutnya Bandung panas,
walaupun dijuluki kota Kembang tapi tidak banyak bunga disana.
Aku hanya
tersenyum dan menjelaskan bahwa sejarahnya arti kembang disana itu adalah
perempuan, karena disana banyak perempuan yang cantik namun ketika salah sorang
wali kota di bentuk image bahwa bandung kota kembang itu bandung yang banyak
bunganya.
Ada kejadian lucu juga dengan si ibu
itu, sebelum aku mampir dia memanggilku kemudian bilang pake bahasa Jawa yang
artinya mau gak kamu jadi menantuku. Aku saat itu tidak mengerti dan hanya
senyum saja. Kemudian ibu tersebut menunjukan foto-foto anak angkatnya yang
kuliah di makasar.
Setelah banyak ngobrol aku dan Ega berpamitan
untuk berjalan-jalan menuju pinggir pantai.
Pantainya ternyata sangat kotor, dipinggirnya banyak cangkang kerang, dan uniknya lagi ada kambing disana
tapi dia tidak memakan rumput malah mencari-cari makanan dari tumpukan kerang.
Terlihat juga para nlayan yang tengah sibuk menyiapkan jaringnya karena
sebentar lagi akan pergi melaut bahkan ada beberapa perahu yang telah
berlayar.
Sebenarnya aku ini naik perahu
itu tapi kemungkina besar perahu itu kembali esok hari. Kemudian aku mendekati
seorang perempuan yang tengah sibuk mengolah hewan laut. Saat itu aku bertanya
namanya apa, karena gak bawa catatan aku lupa deh itu hewan namanya apaan. Cukup puas disana aku dan Ega kembali ke
warung dan bersiap-siap pergi ke pantai lama.
Jarak dari Pasar Batu ke pantai Ria
Kenjeran lumayan dekat hanya 10 menit dengan menggunakan motor yang disini
dikenal dengan nama sepeda. Ada harga
tiketnya jika masuk kesana yaitu sekitar 15 ribu namun kami masuk gratis saat itu
entah bagaimana ceritanya Mahfud ternyata memiliki sidik jari yang khusus bagi
pegawai.
Pantai Ria Kenjeran terlihat sepi, mungkin karena hari sudah sore, hanya terlihat beberapa orang yang berjalan hilir mudik. Kami segera memarkirkan motor dan berjalan ketaman menuju pnggir pantai. Ada yang menarik disini di setiap bangku taman tertulis “dilarang berbuat mesum” mungkin benar kata Mahfud tempat tidak jarang dijadikan tempat berpacaran padahal disini ada penunggunya yaitu Dewi Kwan Im setinggi 20 meter. Aku belum solat ashar sehingga memisahkan diri dari mahfud dan Ega untuk ke mushola sejenak. Selesai soalt aku menyusul mereka yang terliha sudah duduk dipinggir pantai.
Pantai ini tidak jauh berbeda dengan taman hiburan lainnya, ada waterboom dan tempat bermain lainnya, hanya saja yang menarik adalah dekorasi yang penuh dengan gaya Budha. Lampion-lapion mennggantung disepanjang jalan didepan jejeran kios, serta ada bebberapa patung budha. Selain itu ada pula bangunan Pagoda namun sayang tidak terawat dan ketika aku masuk kedepan malah dijadikan tempat main bola.
Ketika sedang memnadang laut lepas ada
sekawanan burung yang hendak mendarat diantara ribunan mangrove dan suaranya
mirip suara bebek yang sedang mencari kepiting di lumpur sawah, selain itu ketika aku melirik kebawah ada
ikan yang seperti memiliki sayap diatas lumpur dan bewarna hitam serta
totol-totol putih, lagi-lagi aku nanya sama Mahfud dia tidak tahu jenis ikan
apakah itu. Jika mampir kesini jangaan lupa beli oleh-oleh olahan kerang yang
dirubah menjadi pernak-pernik yang cukup menarik.
Tidak afdol jika belum menciicpi lontong
Kupang, sebelum pulang kami memesan dua piring lontong kupang untuk aku dan ega
serta sebutit kelapa atau disebut dengan degan disini. Lontong kupang yaitu
Lontong yang ditaburi kerang dan disiram pakai air guka aren, namun ketika aku
mencicipinya
rasanya manis, asem dan pedas dan sedikit aneh di lidah, bahkan yang punya Ega tidak habis. Mungki aku tidak akan memakan lontong kupang ini lagi, cukup ngerasain aja. Harganya lumayan murah hanya 6.000 rupiah saja satu porsi.
Hari sudah petang, matahari disini
lebih cepat tenggelam di bandingkan di Bandung, baru pukul 5.30 saja sudah
adzan maghrib, kami segera pulang dan sebelum pulang nemu gerobak penjual
cilok. Ciloknya berbeda juga dengan
cilok yang sering kami beli. Ciloknya da putih telur yang dibungkus diplastik
kemudian direbus, ada yang bentuknya
lonjong an digoreng serta ada kremes ubi jalarnya. Ketika kami mencicipi
rasanya aneh dan lagi-lagi tidak sesuai dengan lidah, kami hanya tertawa dan
berkata bareng-bareng “kangen jajanan Bandung”.
Ini malam minggu, akan sangat menarik
berkeliling kotaSurabaya yang terkenal dengan banyak tamannya ini. Namun kami
memutuskan malam ini akan menyebrangi jembatan Suramadu dan menginjakan kaki
ditanah Madura. Aku, Ega dan Nila kami
bertiga menggunakan motor dan tanpa memakai helm. Mungkin ini bisa dibilang
gila juga dan sebenarnya aku trauma karena pernah mengalami kecelakaan motor
saat berboncengan bertiga dan tanpa helm setahun lalu. Entah ada setan apa aku
langsung setuju saja.
Jalanan sangat ramai, banyak para
pemuda yang menikmati malam minggunya dengn bersepeda atau hanya nongkrong
dipinggir jalan, antrian di Pom bensinpun tidak kalah ramainya. Untuk memasuki
jembatan Suramadu itu kami harus memasuki gerbang tol dan membayar tiga riby
rupiah. Karena takut sama polisi (takut kena tilang) Ega masuk ke gerbang tol
sendiri, aku dan Nila menunggu diujung setelah tidak terlihat petugas kami
langsung naik dan berteriak aman.
Jembatan Suramadu ini adalah jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa
dengan Surabaya dan merupakan jembatan terpanjang di Asean.
Malam hari jembatan ini dipenuhi dengan
cahaya lampu sehingga menambah daya tarik . untuk mengambil foto kami berhenti
sebentar beruntungnya tidak terlalu banyak kendaraan yang lewat. Saat
berhenti getaran dari kendaraan yang
lewat begitu terasa, aku berasa aga seram juga sebenarnya, tapi penasaran dan
kapan lagi bisa merasakan seperti itu.
Setelah mengambil beberapa foto kami
melanjutkan perjalanan. Sempat ada insiden kecil ketika kami belok dari belakang aa mobil dan hampir
menyerempet mobil. Aku yag masih memiliki rasa trauma kaget dan jantungku berdegup kencang namun
alhamdulillah allah masih melindungi kami. Nila yang asli orang sana mengajak
mampir kerumahnya, dan menuju rumah Nila kami harusmelewati jalan yang tidak
beraspal bukan itu yang menakutkan namun segerombolan pemuda yang tengah
nongkrong. Akhirnya tidak jadi mampir ke
rumah Nila, kami kembali pulang . dan Esoknya kami melanjutkan perjalanan
menuju Bromo J..
Bersambung....