Senin, 23 Desember 2013




Apa yang ada dipikiran kalian saat menginjakan kaki pertama kali ditempat asing? Takut? Apalagi jika menonton berita kriminal yang dipenuhi dengan kabar-kabar pembunuhan dan mutilasi. Jam menunjukan pukul 2 dini hari saat aku dan Ega keluar st. Gubeng. Suasana begitu ramai oleh para penumpang yang baru saja tiba. Selain itu para penarik beca dan sopir taksi mendatangi setiap penumpang agar diantarkan ketempat tujuan.

Saat itu perasaanku tenang, Aku tidak takut, dalam diriku selalu berkeyakinan bahwa aku akan baik-baik saja karena ada Tuhan yang selalu baik. Walaupun sebenanrnya saat itu aku dirundung kepanikan karena hampir setengah jam menunggu temanku tidak juga muncul. Satu perstu penumpang sudah mulai meninggalkan halaman stasiun.

“Bagaimana jika tidak dijemput?” tanya Ega

“Tidur di mushala berani gak kamu?”

“Mau bagaimana lagi?”

Kami terus menunggu sampai mungkin penumpang hanya tinggal sepuluh orang lagi. Saat itu ada seorang wanita yang umurnya kira-kira 40 tahunan bertanya alamat. Jelas saja aku tidak tahu, walaupun sebenanrnya aku ingin membantunya karena aku yakin dia kebingungan kemana dia harus mencari tengah malam begini.

Penjemputku datang, dia segera menyuruh kami naik motornya, ah senangnya waktu itu bukan main plan B untuk tidur di Mushala tidak jadi.  Kita tidak langsung ke rumhnya tapi berputar terlebih dahulu mengambil satu motor lagi.

Jalanan sangat sepi tidak ada satu kendaraanpun yang lewat.  Mahfud nama temanku itu berjalan duluan aku dan Ega mengikutinya dari belakang. Aku tidak ingat betul kami melewati jalan apa karena nampaknya jalanan semuanya hampir sama. Lurus kemudian berbelok lagi. Dan tiba-tiba kami sampai di pinggir pantai selat Madura.

“Gak apa-apa ya tidur diwarung, kosnt sudah dikunci kalian datangnya terlambat,”
“Tidak apa-apa, santai saja” jawab kami serempak.

Tempatnya seperti pasar dan sepertinya baru dibangun.  Warung teman aku tersebut ada diatas, kami menaiki tangga. Disana berjejer beberapa etalase kecil dan didepannya ada meja kecil serta alas untuk duduk lesehan. Sesbelah depannya lagi ada kursi yang bisa memandang langsung ke laut selat Madura serta jembatan Suramadu.

Aku dan Ega segera duduk dan meletakkan barang barang diatas karpet warna biru. Di tempat yang sekitar 5 meteran dari kami ada seorang perempuan berumur 17 tahunan yang sedang tiduran sambil menonton TV.

“Siapa? Adik?” tanyaku pada Mahfud

“Pacar,”ujarnya kemudian dia mendekati pacaranya itu.

Ada kesan tidak enak saat kami tiba dengan pacar mahfud itu. Dia tidak  menyapa kami, tersenyum juga enggak. Karena capek aku dan Ega agak cuek dan tidak terlalu memikirkannya. Mas Mhafud kembali menemui kami, saat itu karena udah lama tidak bertemu kami malah mengobrol banyak tentang cerita hidup dia yang kini tengah menunggu kapal untuk membawanya berlayar. Dia juga masih menceritakan Eka teman kami yang juga mantannya.  Kami kenal Mhafud karena dulu dia berpacaran dengan Eka.

Sekitar pukul  4 kami tertidur berbantalkan tas.  Sebenanrnya saat itu memimpikan kasur yang empuk karena hampir 20 jam diatas kereta,tapi ingat jangan ngeluh.
Tanganku tidak bisa diam terus menepak-nepak nyamuk. Ya tuhan nyamuknya besar-besar sekali dan gigitannya itu membuat gatal serta panas dikulit. Aku segera memamaki lotion anti nyamuk lumayan tidak seperti tadi.

Matahari menyorot mukaku, aku membuka mata dan mencari Hp karena tidak ada jam. Baru pukul 05.30 tapi seperti sudah hampir jam 7 di Bandung. Aku terbangun kemudian Mahfud menyuruhku agar pindah ke kosnt, lebih tepatnya kosnt pacarnya.  Jaraknya sekitar 200 meteran sehingga kami menggunakan motor. Sesampai disana kami langsung bersih-bersih serta mandi.

Ketika masuk ke kamar mandi airnya kuning dan tidak segar, ternyata benar perkiraanku aku rindu air di Bandung. Selesai mandi langsung terasa panas lagi. Aku dan Ega saat itu tidur lagi karena badan kami masih pegal-pegal dan ngantuk aku tidur lagi hingga terbangun karena merasa lapar.

Hari ini kami makan penyetan Lele dan Telur. Entah karena lapar atau benar-benar enak hari itu aku makan lahap sekali. Rasa sambalnya terasa banget, pedasnya pas.  Ini kali pertama aku makan sambel yang bukan buatan orang sunda tapi enak. Nasinya juga pulen. Kami berterima kasih kepada ibunya mas Mahfud yang sudah memberikan makanan yang sangat enak.
makanan khas kenjeran

Siang itu aku memutuskan untuk berjalan-jalan disekitar sana saja denan sepeda.  Saat kami kebawah ada  penjual makanan Khas Kenjeran yang menawari kami untuk mengicipi makanan. Aku langsung iya saja. Kemudian si ibu yang umurnya kira-kra 40 tahunan dan berperawakan tidak terlalutinggi serta berkulit aga kecoklatan itu menjelaskan kerupuk yang warnanya agak kehitaman itu namanya Terung, yang terlintas diotakku saat itu adalah buah terung berwarna ungu. Terung disini ternyata hewan laut. Si ibu menjelaskan jika melihat hewannya mungkin saja aku tidak suka dan jijik tapi setelah diolah rasanya menjadi enak. 

Satu lagi yang aku cicipi namanya Tripang entah itu hewan seperti apa tapi rasa kerupuknya seperti kerupuk kulit, dan berasa serat di tenggorokan jadi jika makan itu harus sedia air.
Namanya ibu Tati, dia bercerta pengalamannya ketika ke Bandung mengikuti pameran. Menurutnya Bandung panas, walaupun dijuluki kota Kembang tapi tidak banyak bunga disana. 

Aku hanya tersenyum dan menjelaskan bahwa sejarahnya arti kembang disana itu adalah perempuan, karena disana banyak perempuan yang cantik namun ketika salah sorang wali kota di bentuk image bahwa bandung kota kembang itu bandung  yang banyak  bunganya.
Ada kejadian lucu juga dengan si ibu itu, sebelum aku mampir dia memanggilku kemudian bilang pake bahasa Jawa yang artinya mau gak kamu jadi menantuku. Aku saat itu tidak mengerti dan hanya senyum saja. Kemudian ibu tersebut menunjukan foto-foto anak angkatnya yang kuliah di makasar.

Setelah banyak ngobrol aku dan Ega berpamitan untuk berjalan-jalan menuju pinggir pantai.  Pantainya ternyata sangat kotor, dipinggirnya banyak cangkang  kerang, dan uniknya lagi ada kambing disana tapi dia tidak memakan rumput malah mencari-cari makanan dari tumpukan kerang. Terlihat juga para nlayan yang tengah sibuk menyiapkan jaringnya karena sebentar lagi akan pergi melaut bahkan ada beberapa perahu yang telah berlayar.  

Sebenarnya aku ini naik perahu itu tapi kemungkina besar perahu itu kembali esok hari. Kemudian aku mendekati seorang perempuan yang tengah sibuk mengolah hewan laut. Saat itu aku bertanya namanya apa, karena gak bawa catatan aku lupa deh itu hewan namanya apaan.  Cukup puas disana aku dan Ega kembali ke warung dan bersiap-siap pergi ke pantai lama.

Jarak dari Pasar Batu ke pantai Ria Kenjeran lumayan dekat hanya 10 menit dengan menggunakan motor yang disini dikenal dengan nama sepeda.  Ada harga tiketnya jika masuk kesana yaitu sekitar 15 ribu namun kami masuk gratis saat itu entah bagaimana ceritanya Mahfud ternyata memiliki sidik jari yang khusus bagi pegawai.


Pantai Ria Kenjeran terl
ihat sepi, mungkin karena hari sudah sore,  hanya terlihat beberapa orang yang berjalan hilir mudik. Kami segera memarkirkan motor dan berjalan ketaman menuju pnggir pantai. Ada yang menarik disini di setiap bangku taman tertulis “dilarang berbuat mesum” mungkin benar kata Mahfud tempat tidak jarang dijadikan tempat berpacaran padahal disini ada penunggunya yaitu Dewi Kwan Im setinggi 20 meter.  Aku belum solat ashar sehingga memisahkan diri dari mahfud dan Ega untuk ke mushola sejenak. Selesai soalt aku menyusul mereka yang terliha sudah duduk dipinggir pantai.


Pantai ini tidak jauh berbeda dengan taman hiburan lainnya, ada waterboom dan tempat bermain lainnya, hanya saja yang menarik adalah dekorasi yang penuh dengan gaya Budha. Lampion-lapion mennggantung disepanjang jalan didepan jejeran kios, serta ada bebberapa patung budha.  Selain itu ada pula bangunan Pagoda namun sayang tidak terawat dan ketika aku masuk kedepan malah dijadikan tempat main bola.

Ketika sedang memnadang laut lepas ada sekawanan burung yang hendak mendarat diantara ribunan mangrove dan suaranya mirip suara bebek yang sedang mencari kepiting di lumpur sawah,  selain itu ketika aku melirik kebawah ada ikan yang seperti memiliki sayap diatas lumpur dan bewarna hitam serta totol-totol putih, lagi-lagi aku nanya sama Mahfud dia tidak tahu jenis ikan apakah itu. Jika mampir kesini jangaan lupa beli oleh-oleh olahan kerang yang dirubah menjadi pernak-pernik yang cukup menarik.

Tidak afdol jika belum menciicpi lontong Kupang, sebelum pulang kami memesan dua piring lontong kupang untuk aku dan ega serta sebutit kelapa atau disebut dengan degan disini. Lontong kupang yaitu Lontong yang ditaburi kerang dan disiram pakai air guka aren, namun ketika aku mencicipinya


rasanya manis, asem dan pedas dan sedikit aneh di lidah, bahkan yang punya Ega tidak habis. Mungki aku tidak akan memakan lontong kupang ini lagi, cukup ngerasain aja. Harganya lumayan murah hanya 6.000 rupiah saja satu porsi.

Hari sudah petang, matahari disini lebih cepat tenggelam di bandingkan di Bandung, baru pukul 5.30 saja sudah adzan maghrib, kami segera pulang dan sebelum pulang nemu gerobak penjual cilok.  Ciloknya berbeda juga dengan cilok yang sering kami beli. Ciloknya da putih telur yang dibungkus diplastik kemudian direbus, ada yang bentuknya  lonjong an digoreng serta ada kremes ubi jalarnya. Ketika kami mencicipi rasanya aneh dan lagi-lagi tidak sesuai dengan lidah, kami hanya tertawa dan berkata bareng-bareng “kangen jajanan Bandung”.

Ini malam minggu, akan sangat menarik berkeliling kotaSurabaya yang terkenal dengan banyak tamannya ini. Namun kami memutuskan malam ini akan menyebrangi jembatan Suramadu dan menginjakan kaki ditanah Madura.  Aku, Ega dan Nila kami bertiga menggunakan motor dan tanpa memakai helm. Mungkin ini bisa dibilang gila juga dan sebenarnya aku trauma karena pernah mengalami kecelakaan motor saat berboncengan bertiga dan tanpa helm setahun lalu. Entah ada setan apa aku langsung setuju saja.

Jalanan sangat ramai, banyak para pemuda yang menikmati malam minggunya dengn bersepeda atau hanya nongkrong dipinggir jalan, antrian di Pom bensinpun tidak kalah ramainya. Untuk memasuki jembatan Suramadu itu kami harus memasuki gerbang tol dan membayar tiga riby rupiah. Karena takut sama polisi (takut kena tilang) Ega masuk ke gerbang tol sendiri, aku dan Nila menunggu diujung setelah tidak terlihat petugas kami langsung naik dan berteriak aman.  Jembatan Suramadu ini adalah jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Surabaya dan merupakan jembatan terpanjang di Asean.  

Malam hari jembatan ini dipenuhi dengan cahaya lampu sehingga menambah daya tarik . untuk mengambil foto kami berhenti sebentar beruntungnya tidak terlalu banyak kendaraan yang lewat. Saat berhenti  getaran dari kendaraan yang lewat begitu terasa, aku berasa aga seram juga sebenarnya, tapi penasaran dan kapan lagi bisa merasakan seperti itu.

Setelah mengambil beberapa foto kami melanjutkan perjalanan. Sempat ada insiden kecil ketika  kami belok dari belakang aa mobil dan hampir menyerempet mobil. Aku yag masih memiliki rasa trauma  kaget dan jantungku berdegup kencang namun alhamdulillah allah masih melindungi kami. Nila yang asli orang sana mengajak mampir kerumahnya, dan menuju rumah Nila kami harusmelewati jalan yang tidak beraspal bukan itu yang menakutkan namun segerombolan pemuda yang tengah nongkrong.  Akhirnya tidak jadi mampir ke rumah Nila, kami kembali pulang . dan Esoknya kami melanjutkan perjalanan menuju Bromo J..
Bersambung....


My Oktober Journey

Hey Oktober Luar biasa yah dibulan ini, ah nano-nano sekali. Meskipun tiap weekend ga sibuk event tapi di Oktober ini aku jadi sering pergi,...