Menjelang sore sehabis menghadiri pernikahan seorang kawan
di Purwakarta aku bersama teman-teman mampir di Situ Buleud, salah satu lokasi
wisata didaerah Purwakarta. Awalnya suasananya biasa saja, hanya sebuah danau
kecil dan itupun dipagari. Tempat itu ramai oleh beberapa orang yang sedang
berolah raga. Pohon-pohon yang rindang mengelilinginya namun tetap saja tidak
berasa sejuk.
Kami menikmati makanan tradisional
disana, seperti tahu gejrot makanan khas cirebon tapi berada disetiap
daerah. Tiba-tiba salah seorang teman
membeli air sabun yang ditiup jadi balon-balonan. Celetuk salah seorang teman
“ikh kamu kayak anak kecil aja beli begituan”
Awalnya ya jaim dan tidak mau maen
balon-balonan. Tapi naluri anak kecilnya seperti keluar begitu saja. Kita
bermain sepuasnya saling meniup dan memecahkan balon. Semuanya bermain bahkan
kita membeli lagi balon-balonan dan peniupnya. Kita tertawa bersama kecewa jika
balon yang ditiupnya ga bagus, saling meledek pokonya suasannaya sangat cair.
Tidak ada sekat bahwa kita orang dewasa dan itu permainan yang tidak asyik.
Apakah kalian pernah rindu menjadi
anak kecil? Rindu bermain sepuasnya?
Ketika kecil dulu ingin sekali rasanya
cepat menjadi dewasa. Jadi anak kecil
itu rasanya bosen dan melihat orang dewasa itu menyenangkan. Menjadi anak kecil
selalu dilarang dan alasannya sederhana “ Jangan karena kamu masih kecil, nanti
aja kalau udag gede”
Atau ada nasihat yang ilang “Cepet gede ya, cepet bahagiain kedua orang tua” yang ada dalam bayanganku saat itu
tentang menjadi orang dewasa itu menyenangkan. Artinya menjadi dewasa itu bisa
melakukan apapun, kan gak ada larangan yang bilang “ Jangan karena kamu masih
dewasa,” ingin sekali saat itu ketika bangun langsung menjadi dewasa.
Seiring berjalannya waktu ternyata menjadi orang gede itu banyak tantanganya tak sesederhana ketika menjadi anak
kecil dulu. Menjadi dewasa itu ternyata banyak gak bolehnya bahka mungkin lebih
banyak ketimbang waktu kecil contohnya kata-kata yang sering terlontar “ Kamu itu
sekarang udah dewasa, “ Orang dewasa itu komplek, bahkan ada yang menjadi
dewasa tapi takut bermimpi, berbeda dengan sejak kecil dulu.
Jika tahu seperti itu dulu mungkin aku
tidak ingin secepatnya menjadi dewasa. Tetap menjadi anak kecil yang bisa bermain di pematang sawah. O ya aku tumbuh di
desa jadi tempat bermainku dulu ya pematang sawah, kebun, sungai. Aku hobi
sekali manjat pohon dan menyusuri sungai lain kali aku akan bercerita tentang
masa kecil.
Kembali lagi ke menjadi dewasa.
Menjadi dewasa terkadang harus bisa memenuhi tuntutan orang lain. Tuntutan
orang tua, masyarakat, sahabat dan pacar. Dan demi memenuhi tuntutan itu kadang
kita lupa pada diri kita sendiri dan memaksa diri kita menjadi orang lain,
berbeda dengan masa kecil. Anak kecil lebih berani berkata tidak jika tidak
suka. Kalau sudah dewasa alasannya klasik jika bilang tidak ya gak enak sama si
A dan si B dan sebagainya.
Menjadi dewasa kadang tidak bisa
bermain, alasannya itu permainan anak kecil, kamu udah gede malu dong kata
seseorang. Udah gede tuh harusnya belajar yang rajin, pergi jalan-jalan ke
mall, bekerja yang baik, liburan.
Menjadi dewasa tuh jaga harga diri.
Padahal bermain itu sangat penting
saat bermain indera –indera berperan aktif sehingga bisa membentuk perkawatan
otak. Otak yang rimbun dan memiliki banyak perkawatan mempunyai kemampuan yang
baik.
Pernah ga kita liat orang dewasa yang
agak lama mikirnya. Ditanyanya kapan jawabnya kapan. Mungkin saja perkawatan
otaknya kurang baik karena kebanyakan mikir. Berpikir itu perlu tapi tidak
kebanyakan mikir juga yang ada tar mikir terus tanpa melakukan sesuatu dan
akhirnya tidak bisa berkarya. Makanya orang dewasa juga perlu bermain.
Ada yang ingin bermain? Permainan apa
yang ingin kamu lakukan sekarang? Kalau aku ingin bermain perang-perangan,
ucing sumput, benteng-benengan dan main detektif J.