Jumat, 08 Februari 2013

Secoret Pendapat


Besok natal dan Hari raya umat kristiani itu sangat menarik ketika dirayakan di negeri beragam ini. Menariknya tentu saja tentang Toleransi beragama. Saya sangat prihatin masih saja ada oknum tertentu yang mengaku taat beribadah kepada tuhannya namun merusak ibadah orang lain. Saya akan post dari status FB seseorang.....

Bukankah dalam alquran juga tertulis bagiku agamaku dan bagimu agamamu, jadi biarlah mereka beribadah sesuai keyakinannya tak usah kita mengusik apa lagi dengan menyebut nama tuhan dan demi kebenaran, lalu kebenaran milik siapa jika seperti itu?

Saya rasa tuhan tidak menyukai kekerasan, jika benar mengaku bertuhan dan taat pada ajaran nabi seharusnya orang-orang tersebut tidak melakukan hal demikian. Nabi kitapun tidak pernah melakukan hal seperti itu bahkan nabi tidak pernah berperang dengan umat quraisy hanya karena persoalan agama.
Jika berkata itu jihad dijalan allah, dimananya dikatakan jihad saat melukai sesama manusia, bukankah membunuh binatang saja kita dilarang. Padahal agama saya adalah agama yang menjunjung nilai kedamaian nabipun tak pernah berdakwah dengan kekerasan apa lagi memaksa seseorang untuk berpindah keyakinan. 

Setahu saya paman nabi yang dicintaipun sampe menutup matanya tidak beragama islam dan sepanjang hidup pamannya itu nabi Muhammad selalu hormat, tidak memaksa untuk masuk islam hanya nabi sering berdoa agar Allah memeberinya hidayah. kenapa tidak mencontoh hal tersebut?
Jika kita saling menghormati mungkin saja saat natal menjelang para polisi tidak perlu diturunkan sebegitu banyaknya, saya yakin mereka umat kristiani merasa tidak nyaman ibadahnya jika harus dijaga dengan ketat. 

Coba saja kita ada dalam posisi tersebut, saat merayakan hari raya idul fitri misalnya disekitaran mesjid atau lapangan solat ied kita dipagari para personil polisi, tentu saja akan merasa risih.
Sayapun jadi ingat kejadian di kampus saya yang notabennya muslim. Ada teman saya yang non muslim dan sudah dua tahun dia tidak merayakan natal di rumah karena rumahnya jauh berada diluar jawa, sedih tentu saja dan dia berencana untuk pulang natal tahun ini namun ketika meminta ijin pada dosen untuk tidak kuliah dosennya tidak memberi iji. Ya mungkin saja dia bisa merayakan natal disini tapi suasanya akan berbeda dengan merayakan natal dirumah, coba saja dosen itu disuruh tidak merayakan lebaran idul fitri tidak dengan keluarganya saya yakin dosen tersebut akan protes.

Tapi kenapa dosen itu tidak merasakan apa yang dirasakan teman saya. Hari senin ini juga kampus saya tidak libur lalu bagaimana dengan teman-teman saya yang akan mempersiapkan misa untuk malam kudus nanti malam? Sama saja ketika kita harus mempersiapkan idul fitri besok dan hari ini masih ada kuliah belum berada ditengah-tengah keluarga.

Saya sangat berharap ada toleransi didunia pendidikan, setahu saya di sekolah kristiani ketika akan idul fitri sudah ada libur hari sebelumnya karena menghormati, maaf disini saya tidak menjelekan agama manapun saya hanya sedih melihat toleransi yang belum sepenuhnya dilakukan.
Saya pernah hidup ditengah-tengah perbedaan selama hampir 9 bulan, dan saya merasakan suatu kedamaian. Saya selalu diingatkan untuk solat, bahkan saat idul fitri mereka mendatangi saya menyalami saya dan mengucapkan selamat idul fitri merekapun masak ketupat kemudian berbagi, lal ketika mereka merayakan natal saya hanya diam saja, seolah-olah tidak terjadi apapun. lalu salahnya mengatakan selamat natal dimana? 
Apakah kita menjadi murtad hanya karena ucapan itu? Bukankah harus di baptis dahulu sehingga kita dinyatakan sah berpindah agama bukan sebuah ucapan selamat.
Dari sejak kecilpun saya sering bermain dengan teman non muslim keluarga kita sangat dekat tapi kita hidup berdampingan tidak saling mengusik tentang keyakinan. keluarga saya ibadah menurut kepercayaan dan begitupun keluarga tetengga saya itu. Setiap minggu mereka ke greja, ibu saya tidak merasa aneh berkata agama saya lebih baik, padahal ibu saya mendidik saya dengan kepercayaan yang diyakininya dan selalu berkata sampai kapanpun tetap pegang teguh kepercayaan itu, tapi tidak kepada orang yg berbeda keyakinan.

Ibu saya bukan lulusan sarjana tapi mengerti toleransi. Dan dari sejak kecil itu saya diajarkan toleransi jika bertanya tentang apa itu greja, kenapa mereka kesana ibu saya menjelaskan jika tempat ibadah mereka disana kalau kita pergi ke mesjid dan greja itu seperti mesjidnya umat kristen.
Presiden soekarno mendirikan mesjid istiqlal berdampingan dengan greja... itu punya maksud tersendiri agar kedua pihak bisa hidup rukun. Umat islam menjalankan ibadahnya di mesjid dan begitupun umat kristiani menjalankan ibadahnya di greja, lalu keindahan itu kenapa harus di cederai dengan aksi brutal yang tak berperi kemanusian.

Gusdurpun pernah berkata soal fatwa haram selamat  natal itu: alangkah pengapnya kehidupan kita semua, kalau sampai demikian (Tempo, 30 Mei 1981). Dan saya rasa fatwa tersebut semakin menjauhkan kita dari kata toleransi. Nah buat apa ribut tentang ucapan natal, atau ibadah umat kristiani sampe melakukan aksi brutal, lebih baik urusi saja ibadah kita apakah sudah bener dan sesuai dengan apa yang ada di alquran atau hadist.

Betapa indahnya jika kita saling menghormati, bertoleransi dan mensyukuri perbedaan itu saya yakin negeri ini akan damai. Selamat Natal Damai bersama kita J.


1 komentar:

  1. Aku setuju dengan pendapat, Ai. Pandangan saling hormat dan toleransi itu bisa ditemui dari mana saja, termasuk keluarga atau lingkungan. Tinggal iklim yang mendukung saja :)

    BalasHapus

Dengan mengirim komentar kita telah berbagi

Sudah ga berasa yah sekarang sudah bulan Desember lagi, yah sudah memasuki musim hujan, dan ornamen taun baru serta natal dimana-mana. Ah De...