Menulis itu identitas. Kamu tidak akan
bisa menulis persis si A atau si B. Jika kamu memksakan kamu akan menemukan
kehambraran dalam tulisan. Tiba-tba malam ini aku ingin menulis persis si A
karena aku jatuh cinta pada untaia kata yang dia tulis. Aku mencobanya.
Berusaha keras untuk berpikir menciptakan untaian kata indah itu, tapi
lagi-lagi gagal.
Aku tidak mau menyerah, aku kembali
membaca tulisan tersebut dan berusaha keras memahami artinya kata perkata.
Hasilnya? Tetap saja gagal.
Kemudian aku sadar menulis itu memang
identitas. Untaian kata yang ditulis merupakan ciri khas dari penulis. Menulis
memang berbeda dengan bernyanyi. Kita terkadang sudah hapal dengan suara si A
atau si B walaupun kita tidak melihat si penyanyi tersebut.
Begitupun dengan menulis. Setiap
penulis memiliki ciri khas tersendiri. Walaupun tidak sadar kadang kita sedikit
mengikuti warna tulisannya namun tetap saja akan ada sisi yang berbeda.
Menulispun harus menjadi diri sendiri.
Ketika menjadi diri sendiri saat menulis, ratusan kata itu akan mengalir dengan
sendirinya, berbeda dengan kita yang mencoba menjadi orang lain, menulis
seolah-olah sulit. Melihat hal tersebut menjadi diri sendiri memang
menyenangkan ya. Alami, tanpa dibuat-buat. Menjalani setiap prosesnya dengan sangat menyenangkan dan
tantangan.
Banyak tulisan yang ditulis dari hati
yang kemudian membumi, Gejolak pemikiran Islam Ahmad Wahib, Catatan Sang Demonstran
karya Soe Hok Gie, Catatan harian Anna Frenk dan Kahlil Gibran yang selalu
menuis kata-kata romanis.
Selamat menulis. Menulislah dari hati
kamu sendiri. Ikuti kata hati dalam setiap rantaian kata yang akan kau ukir J