Hari ini saya
bertemu dengan seorang penulis perjalanan yang menurut saya sangat keren dan bisa
dijadikan referensi. Namanya Agustinus wibowo, dia telah menelurkan 3 buah
buku. Walaupun saya belum membaca semua buku dan hanaya membaca sinopsisnya dan
membaca tulisannya di website pribadinya saya sudah sangat terekesan dengannya.
Awalnya saya tidak tahu siapa dia, tapi ketika diskusi dikelas menulis mentor
saya bercerita tentang Agustinus, gaya penulisan dia sangat keren dan memberikan
warna yang berbeda.
Saya penasaran
kemudian search di google akhirnya saya menemukan siapa dia dan mengikuti
tulisan-tulisannya. Dan tak lupa sayapun memfollownya di twitter. Saya dengar Agustinus
mau ke Indonesia dalam rangka mempromosikan buku ketiganya yaitu Titik Nol yang
terbit pada tanggal 7 februari. Saat ini Agustinus menetap di China tapi sekarang dia telah menetapkan untuk tinggal di Indonesia yaitu di Jakarta.Ternyata benar hari ini dia mengisi bedah
buku di Unpad, tentu saja kesempatan ini tidak saya sia-siakan. Walaupun agak telat
setidaknya saya masih bisa mendengarkan beberapa sesi pertanyaan,
Ketika ada
yang bertanya tentang titik nol, dia menjelaskan jika titik nol adalah angka
yang sempurna, kemanapun kita pergi pada akhirnya kita akan kembali ketempat
semula. Itulah yang disebut dengan titik nol.
Bagi Agustinus perjalanan tidak hanya menikmati keindahan alam namun
kita juga harus bias belajar tentang kehidupan manusai. Dan belajar budaya
mereka. Agustinus mengubah cara pandang
menulis saya tentang “Travel writing”.
Menulis sebuah
catatan perjalanan tidak hanya tentang
keindahan alamnya saja, namun manusia-manusia serta budaya yang ada didalamnya.
Dengan semakin lama kita menetap disuatu
tempat maka kita akan semakin mengenal tempat tersebut. Perilaku, adat
istiadat, itu tidak semata-mata terjadi begitu saja, namun ada sejarahnya.
Untuk tahu sejarahnya kita harus menggali dan terus menggali hingga faham.
Saya jadi
ingin melakukan perjalanan yang berbeda, mengenal manusia serta adat yang
berbeda. Dan sayapun termotivasi untuk menulis catatan perjalanan yang hanya
bercerita keindahan alam. Mungkin suatu hari nanti saya akan mewujudkannya.
Seperti pergi ke pulau Buru, melihat budaya tempat pembuangan tahanan politik.
Uniknya lagi
hari ini, ternyata saya bertemu lagi dengan Agustinus di Tobucil, saat saya
akan meeting dengan teman untuk sebuah projek buku. Dengan mimik kaget saya
sapa dia. Agustinus hanya tersenyum kemudian kita sedikit diskusi lagi
tentang travel writing, ok semoga saya bisa
menulis travel writing yang memadukan unsur manusia. Dan semuanaya dimulai
dari “Titik Nol”.