Senin, 13 November 2017

“Perempuan-Perempuan Chairil Anwar Si Binatang Jalang”




Cinta adalah bahaya yang lekas pudar," kalimat tersebut adalah kutipan dari salah satu puisi Chairil Anwar berjudul Tuti Artic. Pernahkah mendengar puisi-puisi Chairil Anwar? Dia adalah penyair besar yang dimiliki Indonesia, lalu bagaimana jika kisah dibalik puisi-pusinya itu dibuatkan teater? yah, dibalik puisi-puisi Chairil ada sosok-sosok perempuan yang sangat mempengaruhi dirinya membuat puisi.

“Perempuan-perempuan Chairil” dipentaskan selama dua hari, tanggal 11 dan 12 November, dan saya beruntung sekali bisa menonton pertunjukan itu. Adegan dibuka dengan Chairil yang diperankan oleh Reza Rahardian,  yang monolog soal perbedaan pendapatnya  dengan H.B Jasin soal perempuan malam.

Adegan selanjutnya berlanjut dengan adegan Chairil bersama dengan Ida Nasution yang diperankan oleh Marsha Timothy. Ida adalah penulis prosa dan perempuan yang cerdas. Ida adalah teman berdebat Chairil, bahkan untuk menaklukan hati Ida, Chairil rela mencuri sebuah buku namun sayang buku yang dicuri Chairil itu sudah dibaca oleh Ida, seolah percuma saja perjuangan Chairil, adegan ini mengundang gelak tawa para penonton, belum lagi usaha Chairil yang mencoba mendekati Ida. Ida adalah cinta intelektual Chairil. Namun sayang Ida dikatakan hilang saat melakukan perjalan menuju Bogor.

Wanita kedua yang dicintai oleh Chairil adalah Sri Ajati yang diperankan Chelsea Islan, Sri adalah penyiar radio dan pemain teater. Dengan latar ruang tamu rumah Sri, dialog antar keduanya mengundang keluacuan, apa lagi katanya Chairil datang saat jam makan siang, apakah Chairil memang ingin mengunjungi Sri atau meminta makan siang. Sri adalah cinta tak sampai Chairil. Sri menikah denggan orang lain, kisahnya dengan Sri adalah insipari membuat puisi yang berjudul “Senja di Pelabuhan Kecil”.

Adegan Chairil dan Mirat Photo By Pos Kota
Yang ketiga adalah Sumirat diperankan Tara Basro, Mirat adalah cinta yang penuh gelora, pertemuan chairil dan Mirat tidak sengaja saat keluarga Mirat sedang berlibur di pantai Cilincing. Dalam Dialog Mirat menceritakan pertemuannya
“Cril, demikian aku selalu memanggilnya, adalah seorang yang aneh sejak pertemuan kami pertama kali di Cilincing. Ketika itu Cril duduk bersandar ke sebatang pohon, membaca buku tebal. Mula-mula tiada menjadi perhatianku, tapi beberapa kali melewatinya, melihat dia tekun membaca tanpa peduli sekelilingnya, benar-benar membuatku heran. Aneh, pikirku, orang-orang bersenang-senang di sini, tapi dia lebih tenggelam dalam bukunya. Siapakah dia?”

Meskipun Mirat adalah cinta berbalas Chairil namun Chairil dan Mirat tidak bersatu. Chairil seperti tidak memberikan kepastian pada Mirat, hingga akhirnya mirat menikah dengan orang lain.

Pencarian Chairil terhadap Rumah berakhir pada Hapsah Wiriaredja yang diperankan Sita Nursanti, mereka bertemu di Karawang saat Jakarta mengalami kerusuhan. Hapsah adalah perempuan yang dinikahi Chairil dan yang memberikannya seorang putri yang diberi nama Evawani yang artinya berani. Hapsah adalah perempuan realistis, dia tidak memahami pusi-puisi Chairil. Pernikahan mereka yang berjalan dua tahun dipenuhi oleh pertengkaran demi pertengkaran yang dipicu karena masalah ekonomi. Chairil yang ingin menjadi manusia bebas dan tidak diatur-atur berbanding berbalik dengan kebutuhan kehidupan mereka.
Selain pertengkaran adegan Chairil dan Hapsah adalah adegan yang mengundang gelak tawa. Apa lagi saat hapsah bercerita bagaimana dia dilamar dengan bunga teratai yang diambil chairil dari tengah sawah. Saat Hapsah ngomel dengan bahasa sunda hingga keluar kalimat “Eta Terangkanlah” yang menjadi viral. Namun sayangnya pernikahan Chairil dan Hapsah bertahan hanya dua tahun.

Pada pertunjukan ini tampil pula sosok perempuan malam (diperankan oleh Sri Qadaratin) dan pelukis Affandi (Indra Jatnika) di awal dan akhir pertunjukan serta kisah dibalik tulisan poster perjuangan 'Boeng, Ajo Boeng!'. 

Menonton Perempuan-perempuan Chairil membuat saya semakin mengenal sosok salah satu pujangga Indonesia yang dinobatkan HB Jasin sebagai pelopor Pujangga Baru. Kemasan yang disajikan Titimangsa Foundation sangat keren. Semua rasa bersatu disitu, Merasakan chairil yang patah hati, Chairil yang bersemangat dan Chairil yang jail sehingga mengundang tawa. Para pemain, jangan diragukan lagi, semuanya seperti menjiwai semua sosok yang diperankan. Semuanya begitu terlihat apik, lighting, music dah pokoknya luar biasa.


Sudah ga berasa yah sekarang sudah bulan Desember lagi, yah sudah memasuki musim hujan, dan ornamen taun baru serta natal dimana-mana. Ah De...