Ada
beberapa hal yang harus dimaafkan, yah proses memaafkan itu sebenarnya simple,
tapi menerima adalah hal yang sulit. Entah kenapa tiba-tiba jadi ingat sama
ayah hari ini. Rasanya kok sulit yah menerima dia, memaafkan dan bersikap
menjadi anak yang biasa saja.
Ketika
hati sudah terluka dan sungguh sungguh terluka, mau menerima kembali itu perlu
waktu. Dulu, saya selalu ingin bertemu dengan ayah, berdoa setiap malam ingin
melihat rupanya seperti apa, mungkin ayah akan menyayani saya ketika sudah
bertemu, tapi sayang dia memang bukan yah impian saya. Jika harus memilih saya lebih baik memang
tidak pernah bertemu dengannya. Untuk urusan ini saya rasanya telah menjadi
seorang pendendam. Ini seperti trauma dari masa kecil saya dan tersimpan rapat
hingga saat ini.
Sejak
kecil saya sama sekali tidak mengenal sosok ayah kandung saya. Saya tidak
pernah berjumpa, bahkan mama saya pernah beberapa kali mengantar saya ke rumah
saudara dari ayah saya, dan pernah juga saya menginap disana ketika sudah SMA
hanya untuk mempererat tali silaturahim. Seiringnya berjalan waktu, ketika
masuk universitas, ayah saya mencoba mendekatkan diri kepada saya, beberapa
kali saya menginap dirumahnya, mengenggapnya ayah saya, tapi sayangnya kita
memang seperti berjarak, saya seperti memiliki trauma dari masa kecil saya
untuk sosok ayah kandung itu.
Saya
mulai percaya padanya, dia akan menjadi ayah yang baik, yah setidaknya itu yang
saya tanamkan. Tapi sayangnya kepercayaan saya padanya hilang ketika dia banyak
mengingkari janjinya, bagi saya dia hanya orang asing saja bahkan saya merasa
tidak punya ikatan apapun dengannya.
Sejak
lulus kuliah, saya memutuskan untuk berhenti berusaha menjadi bagian dari hidup
ayah saya. Saat saya benar-benar kecewa, saya memutuskan untuk menjalani
kehidupan seperti 20 tahun silam, tidak ada ayah saya bukan saat itu? Dan
keadaan saya masih baik-baik saja, saya memiliki semua hal yang diidamkan semua
keluarga, orang tua yang baik, kebebasan untuk memutuskan sesuatu, adik, nenek,
ibu, bapak yah memutuskan untuk berhenti menghubungi ayah saya. Saya akan
menjalani kehidupan saya seperti sedia kala, seperti saya dulu yang belum
bertemu dengannya. Orang-orang sudah mengetahui bahwa Ai dibuang oleh ayahnya,
Ayah ai itu ya tidak ingat sama anaknya.
Saya sudah memaafkan dia, tapi saya
tidak ingin lagi memasukan dia dikehidupan saya.
Dan nyatanya dia mencari saya
hanya mencecar pertanyaan, kapan saya akan menikah? Kok saya makin enggak
respect, dia tidak mendidik saya, tidak membesarkan saya kok seolah-olah
menjadi orang tua saya. Orang yang dekat dengan saya, yang menjadi bapak dalam
arti sesungguhnyapun tidak pernah menghakimi saya, tidak pernah menanyakan
kapan saya akan menikah, tidak pernah bilang
nanti ketuaan kalo enggak menikah-menikah. Tuhan saya sungguh ingin berdamai, ingin
membuat keluarga saya memahami ini, ingin mempertemukan kedua orang tua saya
tapi saya malah merasa bahwa saya belum menerima ayah saya sepenuhnya.