Jumat, 19 Juli 2013

Karena Saya Bukan Tuhan

“Haruskah Saya membenci mereka” judul tulisan yang menceritakan LGTB (Lesbian, Gay, Transgender, Biseksual) yang diposting oleh Iman Brotoseno.

Membaca tulisan tersebut mengingatkan saya tentang dua film yang saya tonton yang berlatar belakang transgender. Dalam film tersebut diceritakan bagaimana keseharian transgender. Mereka sama seperti saya dan anda bisa merasakan cinta, mengingat dosa. 

Dari dalam lubuk hatinya mereka tidak ingin terlahir seperti itu. Jelita misalnya tokoh dalam film tersebut dia merasa berasalah kepada ayahnya, karena dia tidak bisa menjadi laki-laki normal yang diharapkan.

Namun sang ayah seperti manusia pada umumnya. Sebuah cap memalukan dan melanggar norma, transgender adalah aib. Sang ayah tidak mengakui lagi anak, dia murka hingga ketika ibunya meninggal Jelita tidak diperbolehkan menengok ibunya yang terakhir kalinya. Lebih baik membuang darah daging sendiri daripada menerima rentetan cibiran masyarakat. Norma bagaikan pecut polisi.

LGTB adalah nyata ada didepan kita. Hanya saja mungkin kita jarang meliriknya atau benar-benar tidak mau tahu. Bahkan ada yang memilih sikap memusuhinya. Bagi saya mereka manusia yang punya hak yang sama, mereka ingin diperlakukan sama seperti anda dan saya. Saya tidak ingin mencap mereka berdosa atau mahluk terkutuk, karena saya bukan Tuhan. Hanya Tuhan yang berhak mengatakan dosa, salah atau benar yang saya tahu hanya baik dan tidak baik.

Jika para LGTB ini bersikap baik pada sesama, mereka peduli kemanusiaan menyantuni anak yatim, saling menolong haruskah kita memusuhi mereka dan berkata “Mereka Terkutuk”. Lalu kita bandingkan dengan kelompok yang memakai sorban, berkopiah tapi lihat perilakunya? Membunuh dengan menyebut nama tuhan? Merusak dengan mengucap Allahu Akbar?

Sekali lagi saya bukan Tuhan, saya melihat semuanya itu dengan kaca mata sebagai manusia.

Dan menurut saya mereka bukan kriminal, mereka mahluk yang sama yang diciptakan Tuhan. Masalah dosa biarlah Tuhan yang menentukan. Hanya Tuhan yang berhak menghukumnya jika itu benar-benar dikatakan salah menurutNya. Tapi apakah Tuhan akan tega? Jika ada mahluknya yang begitu baik, dia beramal baik, dia menyantuni anak yatim, menjalankan agamanya dengan begitu baik lalu memasukannya kedalam Api Neraka? Sekali lagi saya bukan Tuhan.


Calon Atlet Bulu Tangkis dari Cibingbin

Selalu ada cerita ketika kita berada didaerah orang lain.  Hampir hari terakhir Kuliah Praktek Bermasyarakat (KPB) kalau di kampus lain dikenal dengan istilah KKN. Saya kebagian kelompok di Desa Cibingbin. Setelah menyelesaikan program kerja saya beristirahat sebentar dan duduk di teras SD Cibingbin 3. Saat itulah saya bertemu dengan anak kelas 6 SD. Namanya Tiara. Saya memperhatikannya saat dia bermain bulu tangkis dengan teman saya. Awalnya biasa saja, saya memperhatikan dia layaknya anak-anak yang lainnya. Namun ketika dia duduk menghampiri saya dan memperkenalkan diri, dia anak yang menarik.

Dia bertanya apa hobbyku? Aku jawab saja banyak, aku hobbi baca buku, nonton, jalan-jalan, menulis. Dan dengan lucunya dia bilang, ”Kakak hobbi itu jangan banyak-banyak satu aja,”aku tersenyum dan balik nanya sama dia. “Lalu hobbi kamu apa?”

“Bulu Tangkis, aku ingin jadi Atlet,”

Aku tersenyum dan merasa bangga, bagiku impian anak-anak itu impian murni yang tidak dipaksakan oleh siapapun.

“Kamu ingin masuk timnas?”

“Pengen kakak, tapi aku mainnya belum jago. Aku sering kalah jika pertandingan antar kecamatan,” dia bercerita dengan semangatnya.

“Kakak Yakin kamu bisa masuk timnas jika kamu terus berlatih dan tidak menyerah, kamu anak hebat,”

“Tapi kak, disini ada yang lebih jago, dia maennya hebat banget. Anak-anak disini memang hebat main bulu tangkisnya,”dia sedikit pesimis.

Lalu aku bercerita bagaimana Thomas Alfa Edison mengalami  ribuan kegagalan percobaan hingga akhirnya dia berhasil menciptakan bola lampu. Dengan pernah gagal kita akan terus bangkit dan mengevaluasi diri apa yang kurang, apa yang harus diperbaiki sehingga tidak ada lagi kesalahan. Jika hanya dengan sekali usaha kita gagal terus menyerah kita tidak menemui keberhasilan itu.Jika sekali usaha lalu berhasil, apakah kita akan terus berhasil? Atau kita malah terlena hingga kita akhirnya mengalami kegagalan.

Tiara mendengarkan ceritaku. Dia menyimak dengan cukup baik, kemudian dia berkata”iya kak, aku janji akan terus berlatih. O ya bulan puasa nantipun aku tetap berlatih loh. Kadang capek sama lemas tapi aku ingin terus melatih kemampuanku,”

Saya pun belajar dari Tiara. Anak sekecil itupun masih semangat dan tidak peduli dengan kondisi lemas saat berpuasa. Kadang kita orang dewasa banyak alasan, banyak mengeluh ini itu jika harus menyelesaikan sesuatu. Sibuklah, capeklah padahal ada impian,impian yang menggantung dan harus dikejar tanpa lelah, tanpa menyerah pada kegagalan.

Sampai Jumpa Tiara. Seperti yang pernah saya bilang sama kamu, suatu hari nanti saya ingin melihat kamu masuk timnas dan kamu memegang medali, membanggakan republik ini.

Sudah ga berasa yah sekarang sudah bulan Desember lagi, yah sudah memasuki musim hujan, dan ornamen taun baru serta natal dimana-mana. Ah De...