Rabu, 20 Maret 2013

Mengukir Rindu



Malam ini aku ingin mengukir rindu. Kamu tahu rinduku terbuat dari apa? Dari sebuah ketulusan, seperti kertas putih.

Malam ini aku ingin menulis rindu, rindu yang tak tertahan sampai tulisanku selesai.  rindu itu tak akan usai. Kamu tahu kali ini rinduku terbuat dari apa? Dari tinta yang berwarna emas, hingga kau sadar betapa mahalnya rinduku.

Malam ini aku ingin menulis sendu, dan haru. Saat tanganmu membelai rambutku dan kau menyanyi kidung rindu.

Malam ini aku ingin memaki. Aku cemburu. Aku sangat cemburu saat kasihnya lebih besar dari kasihku. Saat aku hanya mematung dan tak bisa mengurangi bebanmu.  Saat aku tak bisa berbuat apa-apa, saat aku harus iklhas kau tak ada.

Malam ini aku ingin merengkuhmu, tertidur lelap dalam pelukanmu. Dicereweti dan disuruhmu solat atau hanya sekedar makan.

Malam ini aku ingin kau ada, mengusap air mataku yang berlinang. Menyemangatiku saat dunia sedang tak berpihak padaku. Mengantarkanku ke gerbang kehidupan.

Malam ini aku ingin besok saat aku membuka mata kau ada. Seperti dulu, menyiapkan sarapanku. Mencari makanan yang aku suka, dan bertanya kapan aku pulang.

Nyatanya


Nyatanya
Aku masih merindukanmu
Aku masih bermimpi tentangmu
Aku masih berharap
Aku masih menunggumu
Aku masih menyayangimu
Nyatanya
Aku tak bisa menghapus dirimu
Aku tak mampu mengatakan selamat inggal
Aku tak mampu  memelukmu lagi
Saat ini aku hanya mampu terdiam, menunggu dan berharap
Suatu saat nanti kamu akan menepati janjimu..

Surat Untuk Imam dan Dian


Hallo kalian berdua. Sudah lama ga ngbrol dan saling sepik di sosmed. Kalian pasti sibuk dengan tugas masing-masing. Menjadi mahasiswa dan aktivis sekaligus memang harus punya waktu ekstradan manajemen yang baik.

Tapi itu yang membuat kalian berbeda, oh lebih tepatnya mungkin kita, hehe.  Saya mengikuti aktivitas kalian yang sangat sibuk dengan persma serta beberapa tugas kuliah yang rumit bagi Dian hehehe.

O yah, saya ingin sekali bertemu kalin karena kita bertiga sebelumnya tidak pernah diskusi bareng. Ada banyak hal yang ingin saya diskusikan, tentang impian, tulis menulis dan masih banyak lagi yang malam ini mendadak lupa.

Kapan ya kita bertemu? Atau mungkin kita akan bertemu setelah menjadi orang yang berbeda. Tidak dengan status mahasiswa lagi namun status baru.
Imam, sebelumnya kita tak pernah ngobrol ya, karena pas ketemu dulu waktunya sempit sekali. Selesai acara aku langsung pulang ke Bandung, sampai aku baru tahu kamu orang Jawa dari Dian heheh.

Terima kasih Imam, kamu selalu mendorong buat nulis. Kamu luar biasa, dan aku sangat suka dengan komentar pertama kamu di blog aku” jangan menulis menunggu inspirasi, tapi menulis itu untuk mendatangkan inspirasi,” kalo ga salah, maaf kalo salah J

Dian, ini surat kedua namun sengaja aku tulis surat kedua ini teruntuk kamu dan Imam, alasannya sederhana krena kalian berdua selalu memotivasi, sepik di twitter atau Fb dari kalian jadi penyemangat. Aku juga ketemu Dahlan Iskan, ok sekarang kita sama-sama pernah ketemu idola kita itu heheh. Kapan ya kita bisa menjadi seperti mereka, bahkan lebih.

Salah satu Impianku saat ini adalah ketemu kalian dengan keadaan yang berbeda. Kemudian kita akan bercerita yang amat panjang, saling tukar karya dan menyodorkan sebuah kartu nama dengan cetakan berbeda. Kapan ya? Semoga Dian bisa meraih mimpinya menjadi wartawan tempo. Begitupun kamu Imam, yang aku ga tau apa Impianmu. Entah aku tidak peka atau kamu memang belum cerita?

Apapun itu, aku yakin kalian akan menjadi orang hebat. Tuhan maha baik ya sehingga mempertemukan kita. Saya percaya tak ada kebetulan dalam sebuah pertemuan, pasti akan ada rencana tuhan. Semoga rencana itu indah.

Selamat sennag si tukang cappucino dan tukang susu nice day.

Surat untuk erwin


Selamat malam Erwin.
Tiba-tiba aku ingin menulis surat untukmu. Semoga kamu membacanya. Kita bertemu baru sekali, ketika itu aku sedang jalan-jalan di museum mandiri, dan melihat keramaian di suatu ruangan. Ternyata itu adalah tempat belajar Sahabat Anak. Aku sangat interest dengan dunia pendidikan dan sosial. 

Aku melihat sekilas proses belajar disana, kemudian ingin bertemu langsung dengan pemimpinnya, namun seseorang menunjuk kamu karena saat itu kepala sekolahnya sedang sibuk mengajar, kemudian kita tukeran pin.
Walaupun kita tidak pernah bertemu kita selalu berkomunikasi lewat BBM. Suatu hari kamu pernah nanya sama aku, apa impianku?
“Ingin punya sekolah kataku, aku ingin anak Indonesia mendapat pendidikan yang terbaik.” Jika boleh cerita sebelumnya aku ingin sekali menjadi dokter dan punya rumah sakit sendiri. 

Namun seiring dengan berjalannya waktu, aku tidak mendalalmi ilmu kedokteran. Kini aku kuliah di pendidikan, dan ingin sekali rasanya mengabdikan diri didunia pendidikan.
Katamu, jika aku ingin punya sekolah aku harus mengajar dulu. Ya memang benar, dan semoga aku bisa mengajar kemudian melanjutkan S2 aku di luar negeri. Kenapa luar negeri? Aku hanya ingin tau pendidikan disana seperti  apa, sehingga aku bisa mengambilnya yang sesuai untuk diterapkan di indonesia dan jika yang tidak sesuai tentu saja tidak akan aku terapkan.

Erwin, kemudian tiba-tiba kamu BBM aku dan bilang,”Kamu harus punya sekolah.”

Aku langsung diam dan berfikir dan aku balas hanya dengan meminta doa sama kamu semoga impian itu terwujud. Setelah itu ada satu hal yang kamu pesan lagi untukku, harus hapal al-quran katamu. Ya itu menambah kekagetanku lagi.
Aku semakin sadar jika aku seorang muslim yang terkadang lupa sama kitab suciku sendiri, padahal isi didalamnya yang akan menyelamatkanku di dunia ini maupun diakhirat nanti.

Terima kasih Erwin, kamu percaya jika aku bisa meraih mimpi itu. Kamu juga bisa menjai guru, guru terbaik yang akan melahirkan para penerus bangsa yang bermental dan berintelek. Ya kita harus berjuang untuk itu kalau bukan anak muda seperti kita siapa lagi.

Saya percaya kamu orang hebat dan bisa melahirkan orang hebat lainnya. Mungkin suatu saat kita akan bertemu disuatu foum pendidikan yang besar. Dan kita akan menjadi orang yang bisa mengubah Indonesia ini dalam bidang pendidikan.

Selamat Erwin, karena secara tidak langsung kamu selangkah lebih maju dari pada aku, kamu sudah memberikan aksi nyata dengan menjadi volunteer di komunitas Sahabat Anak. Kamu menyisakan waktu seminggu sekali untuk berbagi ilmu dengan mereka yang kurang beruntung mengenyam pendidikan formal. Sedangkan aku masih sibuk dengan diriku sendiri. 

Semoga suatu hari akupun bisa menolong mereka.
Cukup sekian surat dari aku. Salam ya untuk temen-temen komunitas Sahabat Anak. 

Menjadi Diri Sendiri atau Orang Lain?



“Enk ya jadi kamu, saya mau seperti kamu”

Ucap salah seorang teman. Ya terkadang kita memang selalu ingin menjadi orang lain terutama ketika kita melihat dia itu sukses dalam karir. Misal kita melihat Agnes Monica dengan segudang prestasinya, atau misalkan pengusaha terkenal Bob Sadino.

Pernah seorang temanpun berkata demikian pada saya, katanya ingin seperti saya. Sontak saja saya aga besar kepala, padahal siapa saya? Hanya mahasiswa biasa yang tidak begitu berprestasi dibidang akademik. Ipk sayapun hanya 3 lebih beberapa. Saya hanya tersenyum,”jangan mau jadi saya capek, enak seperti kamu yang bisa kuliah terus pulang dan belajar seperti biasa agar dapet nilai besar. Saya harus berkejaran dengan waktu,”

Teman saya hanya tersenyum, dan dia bilang kamu bisa bicara. Saya enggak bisa. Saya selalu malu jika bicara didepan. Ya habis itu saya hanya menceritakan bagaimana kita harus mau bertemu banyak orang agar kita bisa berkomunikasi dengn baik karena lagi-lagi hal itu di bangku kuliah tidak pernah diajarkan. Tapi kemudian dia berkata, saya tidak bisa, malu.

Kembali lagi dengan topik menjadi orang lain. Ya terkadang kita ingin menjadi orang yang menjadi idola kita, apa lagi melihatnya sukses. Namun apakah kita mau menjalankan hidup seperti idola kita? Menjalani setiap jalan yang dia tempuh untuk memperoleh kesusesanya.

Jika kita bilang mana saya bisa dan sanggup? Ya kitapun tidak akan sesukses mereka. Sejatinya yang harus kita tiru adalah kekuatan mental mereka untuk terus berdiri saat ada masalah demi tujuan dan cita-citanya. Toh pangkat atau jabatan yang mereka dapatkan itu hanaya hasil dari proses yang tidak mudah.

Jika demikina ya sudah lebih baik kita menjadi diri kita sendiri saja, jangan mau berkata mau seperti idola kita, toh mental kita aja tidak bisa seperti mereka. Jadi jangan disalahkan kita nantinya hanya akan menjadi orang biasa, bahkan tidak menjadi apa-apa karena jalan yang kita laluipun ya biasa saja.

Entah saya sellau yakin jika untuk mendapatkan sesuatu yang lebih makan kita harus melewati jalan yang lebih terjal dan berliku. Mengarungi ombak yang lebih besar. Bukankah seorang pelaut ulung lahir dari ombak besar. Jika kita berbagi cerita dengan mereka orang suksespun mereka pasti bercerita betapa sulitnya jalan yang mereka tempuh namun lagi-lagi mereka tetap kokoh berdiri.

Saya yakin jika kita punya keyakinan yang kuat dan besar, kita bisa seperti idola kita, ungkapan saya ingin seperti tokoh A, atau B itu akan terwujud.
Semoga, kita semua menjadi orang yang tetap menjadi pelaut walaupun ombak yang datang sungguh besar, sehingga kita menjadi pelaut yang sangat ulung.

My Oktober Journey

Hey Oktober Luar biasa yah dibulan ini, ah nano-nano sekali. Meskipun tiap weekend ga sibuk event tapi di Oktober ini aku jadi sering pergi,...