Pagi ini aku rindu menulis, dan akhirnya
bisa menyelesaikan satu cerpen. Namun ketika sedang asyik mengetik aku
mendengar pembicaraan teman-temanku di kamar sebelah. Mereka teman-teman
sekelas, hanya saja aku tidak bergabung dengan geng mereka. Sebuah menjadi
rahasia umum ada geng di kelas.
Tapi sejak aku masuk kuliah aku
memutuskan untuk tidak punya geng atau semacamnyalah. Aku memang mahasiswa yang
cukup autis. Ke kelas belajar, paling gabung dengan teman-teman itu untk
mengerjakan tugas kelompok selebihnya tidak ada. Tapi jangan pikir aku tidak
punya teman dekat.
Kita bahas geng dulu alasan aku tidak
punya geng dan sebagainya aku merasa kurang nyaman aja. Terkadang mereka
menuntut untuk melakukan ini itu. Cemburu dan sebagainya. Ribet banget kan.
Sedangkan aku ingin hidup bebas, ingin menonton musik yang aku suka. Ingin
pergi ke perpustakaan atau ke toko buku. Tapi selera itu berbeda dengan
teman-teman kelasku. Aku suka musik jazz dan indie, mereka tidak. Aku suka
pergi ke acara bedah buku, mereka tidak. Dan pada akhirnya aku harus punya
teman yang memiliki kesukaan yang sama. Kalau dalam bahasa sunda “biar ga cengo
teuing”
Aku jahat gak sih nguping? Hehehehe. Tapi ya ini hanya pembelajaran saja.
Mereka membicarakan teman se-gengnya. Katanya punya teman barulah, dan bikin
status di BBM atau lainnya dan saling menyindir. Dan temannya itu Ultah, kali
aja ga mau traktir jadi ngehindar untuk berkumpul. Huft ribet juga ya punya
geng? Kok teman saling sindir sih,
bukannya kalo ada masalah itu dibicarakan baik-baik saja, ya biar ga ada miss.
Lalu
pertemanan atau persahabatan versi aku seperti apa?
Aku punya sahabat sekelas, namanya
Ega. Awalnya ga deket sama sekali. Tapi entah ketika dia mau kos dia memilih
kos denganku. Padahal Ega saat itu punya geng juga loh dan deket banget. Aku
sama Ega hanya berkomunikasi dikelas tidak ada selebihnya. Bahkan Ega sering
mendengar kabar buruk tentang aku dari teman satu sekolah deganku dulu yg
sekarang satu kelas juga di kampus. Tapi entah kenapa dia memilih masuk
keduniaku. Jika ditanya kenapa, jawaban dia tidak tahu.
Aku sama Ega punya latar keluarga yang
hampir sama. Kedua orang tua kita berpisah. Namun Ega hidup dengan neneknya
sejak kecil tapi ketika SMA dia pindah dengan ayahnya hingga kuliah. Ega sedang ada masalah dengan ayahnya, jadi
dia memutuskan untuk kos.
Ega waktu itu memilih keputusan yang
keren. Dia akan hidup mandiri dan tidak tergantung pada ayahnya lagi. Ya
mungkin itu salah satu dampak negatif perceraian orang tua. Ega tidak merasakan
kasih sayang ibu dan ayahnya. Aku bersyukur melihat itu semua, aku merasa
keluargaku sangat utuh.
Sejak saat itu aku dan Ega sama-sama
berjuang, ciee lebay banget ya. Tapi memang seperti itu. Kita berdua berjualan
roti dikelas, pokoknya melakukan apapun untuk menghasilkan uang tapi halal loh.
Dan aku juga sedang mengalami masa sulit.
Kita saling bahu membahu, saling mengingatkan jika ada yang salah. Jika
kesal kita memendamnya dulu baru dibicarakan. Jangan kira persahabatan kita mulus,
pernah selama sebulan saling diam, tapi saling instofeksi diri kemudian kita
baikan lagi.
Apakah kita saling mengekang? Tentu
saja tidak. Apakah Ega suka apa yanga aku sukai? Tentu tidak. Dia tidak suka
diskusi, tidak suka nonton musik, tidak suka baca buku, tidak suka menulis. Ega
punya geng di kelas. Aku punya teman-teman di “JUMPA”, lalu apa aku marah saat
Ega jalan dengan gengnya? Tentu tidak. Apa Ega Marah saat aku sibuk di
Organisasi dan hobbyku? Tentu tidak.
Namun kita suka meluangkan waktu
bersama hanya untuk menikmati malam. Saling cerita dan berbagi. Aku bisa menangis dihadapana Ega tapi sulit
dihadapan orang lain. Begitupun dia. Aku mengenal keluarga Ega, begitupun
sebaliknya. Kita dekat, sangat dekat. Ada yang orang lain tidak tahu tentang
aku tapi Ega tahu. Bahkan kita bisa menangis bersama. Merasa dunia hanya milik
kita walaupun sedang dalam kendaraan umum. Melakukan hal gila seperti karoke
sampai tengah malam. Kita tidak menuntut teman atau sahabat itu hanya milik
kita. Sama aja kayak pacaran.
Tidak selamanya harus bersama, toh
suatu hari juga aku yakin aku dan ega akan hidup berpisah akan menjalani
kehidupan masing-masing. Dan aku tidak bisa bergantung pada Ega begitupun
sebaliknya. Teman itu bukan hanya tempat untuk bersenang-senang namun untuk
berbagi saat susah pula. Teman tidak akan saling menjatuhkan namun akan
memegang tangan kita dengan erat saat kita terjatuh. Teman tidak akan menuntut
kita untuk selalu bersama. Namun akan selalu bersama saat menghadapi tuntutan
hidup.
So apakah kamu punya sahabat atau
teman? Atau hanya geng untuk teman berhura-hura.
*Udah hampir seminggu aku dan Ega
tidak bersama, hari inipu belum bertemu kangen juga sih J