Selasa, 29 Oktober 2013

Pejabat Bukan Penjahat

  palembang.tribunnews.com
Suatu hari seorang teman bercerita kepada saya tentang keinginannya. Dia memaparkan jika dia ingin seklai bekerja di bank dan satu hal lagi dia bilang dia ingin membuktikan pada semua orang dia bisa menjadi seorang pejabat.

Kemudian saya bertanya, apa tujuan dia ingin menjadi pejabat. Jawabannya agar terpandang dan membuktikan pada orang-orang yang tidak dia suka bahwa dia bisa. Tidak ada keinginan atau cita-cita lain atas profesi kamu menjadi pejabat. Dia menjawab tidak.

Saya kembali berpikir jika semua orang berpikir hal yang sama tentang keinginannya menjadi pejabat apa yang akan terjadi dengan bangsa ini. Jika para pejabat itu hanya ingin memperlihatkan kekuasaan maka pantas saja bangsa ini tidak pernah maju. Jabatan menjadi pejabat publik adalah sebuah kesombongan yang ingin diperlihatkan pada semua orang apa untungnya.

Para pejabat tersebut akan tersenyum melihat kamera ketika tertangkap tangan oleh KPK,seolah-olah mereka bukan penjahat. Padahal milyaran uang telah mereka curi, uang yang sejatinya dalah milik rakyat dan harus dikembalikan berupa pembangunan.

Adakah yang salah dengan para pejabat itu? Mungkikah cita-citanya menjadi pejabat dulu adalah menjadi penjahat yang terlihat baik. Para penjahat yang menyamar menjadi pejabat itu sungguh munafik, dia telah terang-terangan melanggar sumpahnya.

Mungkinkah para pejabat publik yang saat ini duduk di kursi strategis tersebut memiliki pemikiran yang sama? Pantas saja korupsi merajalela. Pejabat seperti tidak punya kode etik. Menumpuk kekayaan hanya untuk diri sendiri bahkan membuat dinasti.

Kenapa  cita-cita menjadi pejabat itu bukan untuk menjadi pelayan publik. Memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat, untuk negeri dan bangsanya. Menjadi pejabat publik tidak menjadi orang yang gila hormat. Menjadi pejabat publik adalah kerendahan hati dan menyadari bahwa dia digaji oleh rakyatnya sehingga dia harus melayani rakyat dengan sepenuh hati.



Senin, 28 Oktober 2013

Tentang Hujan



Ini tentang hujan.... aku ingin bercerita tentangnya... apa kau mengenal hujan? Aku rasa jawabannya pasti iya. Tapi apakah kau mencintai hujan? Jawabanya mungkin ya atau tidak. Lalu apakah aku juga mencintai hujan? Jawabannya iya.

Ini bukan tentang hujan yang sering kau lihat di film-film india. Ini tentang hujan yang aku miliki. Jangan salah aku pemilik hujan. Jika kau tanya mengapa jawabannya karena aku mencintai hujan. Sekali lagi ini tentang hujan yang menjadi milikku.

Apa kau benci hujan? Kadang-kadang pasti iya kau membenci hujan. Apa lagi saat kau sedang ditengah jalan dan kau lupa membawa payung atau jas hujan, lalu kau marah pada hujan, jadi sebenarnya siapa yang salah? Kau atau hujan.

Ini tentang hujan.. hujan yang kau benci saat turun dan kau sudah punya janji makan malam dengan pacarmu, dan datang terlambat. Kau bilang gara-gara hujan pacarmu  marah

Apa kau benci hujan yang turun dipagi hari. Jangan tanya kenapa. Pasti kau tahu jawabannya, karena  tak bisa melihat mentari. kemudian hujan akan membuatmu terlelap, akh apakah gara-gara hujan  jadi pemalas? Atau sebenarnya rasa malas sudah ada dalam dirimu.

Ini tentang hujan yang turun tengah malam. Aku ketakutan, ya aku selalu takut hujan dan angin, alasannya karena ibuku sering bercerita tentang hari kiamat saat hujan besar disertai angi. Akh aku sama hujan saja takut apa lagi menghadapi kiamat sebenarnya.

Ini tentang hujan, bukankah beruntung kau bisa menangis dibawah hujan sehingga tidak ada seorangpun yang tahu . atau kau benci hujan karena tidak bisa makan es krim saat hujan. 

Aku yakin es krim cemburu karena saat hujan dia terganti oleh jasmine tea yang hangat.
Ini tentang hujan yang kau benci karena dia turun saat pesta pernikahanmu, padahal dia hanya ingin turut berbahagia hanya saja caranya berbeda, karena itu yang bisa dilakukan hujan.

Ini tentang hujan yang kau cintai dan kau benci. Bukankah kau akan menatap nya dibalik jendelamu sambil mengenang kekasihmu yang telah pergi.

Ini tentang hujan yang ikut merasakan manisnya ciumanmu bersama kekasihmu karena kau melakukannya dibawah hujan. Ah jadi siapa yang kau cium itu? Kekasihmu atau hujan?

Ini tentang hujan yang akan bercerita kisah cintanya. Dia mencintai seorang gadis yang selalu duduk ditepi jendela, menunggunya dan menantinya dengan setia, dia berkata dia hanya mencintai hujan.

Ini tentang hujan yang mendatangi sepasang pengantin yang sedang berbulan madu.  Ini tentang hujan yang mendatangi perasaanmu yang sedang gundah karena kekasih yang tak kunjung datang. Ini tentang hujan yang menemanimu bersama kekasihmu. Ini tentang hujan yang menemanimu saat kau menangis. Ini tentang hujan yang sampai saat ini belum juga turun.......

Kamis, 17 Oktober 2013

Indonesia


Seberapa jauh kamu mengenal Indonesia?  Apa yang kamu ketahui tentang Indonesia siapa proklamator Indonesia? Pertanyaan yang saya ajukan saat menjadi penanggung jawab pos di tahapan screening (yaitu salah satu tahapan yang harus dilalui Calon Anggota Lembaga Pers Mahasiswa “Jumpa”. Dan entah kenapa pertanyaan itu terus berada dikepala saya hingga saat ini.



Apakah kamu sudah mengenal Indonesia?

Pertanyaan sederhana . dan apa jawabannya? Apa kita benar-benar mengenal  Indonesia? Apa kita tahu sejarah panjang Indonesia. Kerajaan-kerajaan yang dulu berkuasa. Budaya yang begitu kaya dan baru kita berteriak hey itu budaya Indonesia ketika  negeri tetangga memproklamirkan  budaya kita sebagai budayanya. Lalu apakah lebih buruk ketika budaya itu di lestarikan bangsa lain dan dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya.

Ada ribuan pulau, ribuan bahasa, ribuan kebudayaan yang negeri ini miliki. Kaya sungguh kaya, lalu bentuk rasa syukur apa yang telah kita lakukan atas kekayaan itu? 

Ah sungguh kaya negeri ini, sepertinya memang butuh waktu untuk benar-benar mengenal negeri ini.  Tapi jika tidak dimulai saat ini dan tidak mau tahu, mungkin sampai kita di liang lahatpun kita tak akan pernah tahu tentang negeri ini.

Lalu apa kabar pelajaran sejarah di sekolah-sekolah? Buku-buku nya?

Saat saya bertanya pada salah seorang peserta dengan percaya diri dia bilang “ Teh di buku pelajarannya juga tidak ada, selama sekolah saya tidak pernah diajari tentang itu”
Memang itulah faktanya. Saya mengenal nama Tan Malaka ketika saya sudah kuliah. Dalam buku sejarah say juga tidak menemukan nama Inggit Ganarsih. Saya hanya tahu Fatmawati istri Soekarno yang menjahit bendera merah putih.  Ada benarnya sejarah di bangku sekolah hanya milik para penguasa saat itu.  Pada akhirnya apa yang didapat selama 12 tahun duduk di bangku sekolah? Lalu apa yang akan dijawab jika pergi ke negara lain dan diminta untuk menceritakan sejarah negeri kita.

Kenapa terlahir di Indonesia?

Apakah pernah meminta terlahir di Indonesia? Jika Tuhan tidak punya tujuan tertentu maka kita tidak akan terlahir. Sebagai orang yang lahir di Indonesia apa misimu untuk negara ini? Atau bagimu tidak penting negara ini ada atau tidak ada. Atau kamu mau ada atau tidaknya di negara ini juga sungguh tidak penting. Lalu buat apa hidup? Apakah kita terlahir di negara ini  hanya untuk menghirup oksigen, makan, buang kotoran kemudian mati disini. 

Tidak kurang dan tidak lebih. Ah sungguh malang sekali kau Indonesia jika punya para penghuni yang berpikir seperti itu. Pantas saja pembangunan di negeri ini dipimpin oleh orang asing. Pantas saja orang asing lebih dipercaya karena katanya lebih pintar dan sebaginya. Karena buktinya orang yang jelas-jelas di utus Tuhan lahir disini tak punya misi. Jika ada yang dipercaya menjadi pemimpin sayang sekali tidak menggunakannya dengan baik. Ah Indonesia tetap saja aku cinta dan terima kasih karena telah terlahir di negeri ini. 
Semoga saya bisa melakukan sesuatu untuk negeri ini.

Apa impianmu untuk negeri ini?

Ini pertanyan yang tiba-tiba muncul. Aku berpikir sejenak sepertinya selama ini tidak pernah memikirkan ini. Baiklah lain kali semoga saya meluangkan waktu sejenak untuk berpikir, menambah daftar inpian di dreams book yang saya miliki. Semoga, apakah teman-teman punya ide lain untuk Indonesia.


Sabtu, 12 Oktober 2013

Rindu menjadi anak-anak


Menjelang sore  sehabis menghadiri pernikahan seorang kawan di Purwakarta aku bersama teman-teman mampir di Situ Buleud, salah satu lokasi wisata didaerah Purwakarta. Awalnya suasananya biasa saja, hanya sebuah danau kecil dan itupun dipagari. Tempat itu ramai oleh beberapa orang yang sedang berolah raga. Pohon-pohon yang rindang mengelilinginya namun tetap saja tidak berasa sejuk.

Kami menikmati makanan tradisional disana, seperti tahu gejrot makanan khas cirebon tapi berada disetiap daerah.  Tiba-tiba salah seorang teman membeli air sabun yang ditiup jadi balon-balonan. Celetuk salah seorang teman “ikh kamu kayak anak kecil aja beli begituan”

Awalnya ya jaim dan tidak mau maen balon-balonan. Tapi naluri anak kecilnya seperti keluar begitu saja. Kita bermain sepuasnya saling meniup dan memecahkan balon. Semuanya bermain bahkan kita membeli lagi balon-balonan dan peniupnya. Kita tertawa bersama kecewa jika balon yang ditiupnya ga bagus, saling meledek pokonya suasannaya sangat cair. 

Tidak ada sekat bahwa kita orang dewasa dan itu permainan yang tidak asyik.
Apakah kalian pernah rindu menjadi anak kecil? Rindu bermain sepuasnya?
Ketika kecil dulu ingin sekali rasanya cepat menjadi dewasa.  Jadi anak kecil itu rasanya bosen dan melihat orang dewasa itu menyenangkan. Menjadi anak kecil selalu dilarang dan alasannya sederhana “ Jangan karena kamu masih kecil, nanti aja kalau udag gede”

Atau ada nasihat yang ilang “Cepet gede ya, cepet bahagiain kedua orang tua” yang ada dalam bayanganku saat itu tentang menjadi orang dewasa itu menyenangkan. Artinya menjadi dewasa itu bisa melakukan apapun, kan gak ada larangan yang bilang “ Jangan karena kamu masih dewasa,” ingin sekali saat itu ketika bangun langsung menjadi dewasa.

Seiring berjalannya waktu ternyata menjadi orang gede itu banyak tantanganya tak sesederhana ketika menjadi anak kecil dulu. Menjadi dewasa itu ternyata banyak gak bolehnya bahka mungkin lebih banyak ketimbang waktu kecil contohnya kata-kata yang sering terlontar “ Kamu itu sekarang udah dewasa, “ Orang dewasa itu komplek, bahkan ada yang menjadi dewasa tapi takut bermimpi, berbeda dengan sejak kecil dulu.

Jika tahu seperti itu dulu mungkin aku tidak ingin secepatnya menjadi dewasa. Tetap menjadi anak kecil yang bisa  bermain di pematang sawah. O ya aku tumbuh di desa jadi tempat bermainku dulu ya pematang sawah, kebun, sungai. Aku hobi sekali manjat pohon dan menyusuri sungai lain kali aku akan bercerita tentang masa kecil.

Kembali lagi ke menjadi dewasa. Menjadi dewasa terkadang harus bisa memenuhi tuntutan orang lain. Tuntutan orang tua, masyarakat, sahabat dan pacar. Dan demi memenuhi tuntutan itu kadang kita lupa pada diri kita sendiri dan memaksa diri kita menjadi orang lain, berbeda dengan masa kecil. Anak kecil lebih berani berkata tidak jika tidak suka. Kalau sudah dewasa alasannya klasik jika bilang tidak ya gak enak sama si A dan si B dan sebagainya.

Menjadi dewasa kadang tidak bisa bermain, alasannya itu permainan anak kecil, kamu udah gede malu dong kata seseorang. Udah gede tuh harusnya belajar yang rajin, pergi jalan-jalan ke mall, bekerja yang baik, liburan.  Menjadi dewasa tuh jaga harga diri.

Padahal bermain itu sangat penting saat bermain indera –indera berperan aktif sehingga bisa membentuk perkawatan otak. Otak yang rimbun dan memiliki banyak perkawatan mempunyai kemampuan yang baik.

Pernah ga kita liat orang dewasa yang agak lama mikirnya. Ditanyanya kapan jawabnya kapan. Mungkin saja perkawatan otaknya kurang baik karena kebanyakan mikir. Berpikir itu perlu tapi tidak kebanyakan mikir juga yang ada tar mikir terus tanpa melakukan sesuatu dan akhirnya tidak bisa berkarya. Makanya orang dewasa juga perlu bermain.

Ada yang ingin bermain? Permainan apa yang ingin kamu lakukan sekarang? Kalau aku ingin bermain perang-perangan, ucing sumput, benteng-benengan dan main detektif J.



Rabu, 02 Oktober 2013

Geng, Sahabat, Teman

Pagi ini aku rindu menulis, dan akhirnya bisa menyelesaikan satu cerpen. Namun ketika sedang asyik mengetik aku mendengar pembicaraan teman-temanku di kamar sebelah. Mereka teman-teman sekelas, hanya saja aku tidak bergabung dengan geng mereka. Sebuah menjadi rahasia umum ada geng di kelas.

Tapi sejak aku masuk kuliah aku memutuskan untuk tidak punya geng atau semacamnyalah. Aku memang mahasiswa yang cukup autis. Ke kelas belajar, paling gabung dengan teman-teman itu untk mengerjakan tugas kelompok selebihnya tidak ada. Tapi jangan pikir aku tidak punya teman dekat. 

Kita bahas geng dulu alasan aku tidak punya geng dan sebagainya aku merasa kurang nyaman aja. Terkadang mereka menuntut untuk melakukan ini itu. Cemburu dan sebagainya. Ribet banget kan. Sedangkan aku ingin hidup bebas, ingin menonton musik yang aku suka. Ingin pergi ke perpustakaan atau ke toko buku. Tapi selera itu berbeda dengan teman-teman kelasku. Aku suka musik jazz dan indie, mereka tidak. Aku suka pergi ke acara bedah buku, mereka tidak. Dan pada akhirnya aku harus punya teman yang memiliki kesukaan yang sama. Kalau dalam bahasa sunda “biar ga cengo teuing”

Aku jahat gak sih nguping? Hehehehe. Tapi ya ini hanya pembelajaran saja. Mereka membicarakan teman se-gengnya. Katanya punya teman barulah, dan bikin status di BBM atau lainnya dan saling menyindir. Dan temannya itu Ultah, kali aja ga mau traktir jadi ngehindar untuk berkumpul. Huft ribet juga ya punya geng?  Kok teman saling sindir sih, bukannya kalo ada masalah itu dibicarakan baik-baik saja, ya biar ga ada miss.

Lalu pertemanan atau persahabatan versi aku seperti apa?
Aku punya sahabat sekelas, namanya Ega. Awalnya ga deket sama sekali. Tapi entah ketika dia mau kos dia memilih kos denganku. Padahal Ega saat itu punya geng juga loh dan deket banget. Aku sama Ega hanya berkomunikasi dikelas tidak ada selebihnya. Bahkan Ega sering mendengar kabar buruk tentang aku dari teman satu sekolah deganku dulu yg sekarang satu kelas juga di kampus. Tapi entah kenapa dia memilih masuk keduniaku. Jika ditanya kenapa, jawaban dia tidak tahu.
Aku sama Ega punya latar keluarga yang hampir sama. Kedua orang tua kita berpisah. Namun Ega hidup dengan neneknya sejak kecil tapi ketika SMA dia pindah dengan ayahnya hingga kuliah.  Ega sedang ada masalah dengan ayahnya, jadi dia memutuskan untuk kos.
Ega waktu itu memilih keputusan yang keren. Dia akan hidup mandiri dan tidak tergantung pada ayahnya lagi. Ya mungkin itu salah satu dampak negatif perceraian orang tua. Ega tidak merasakan kasih sayang ibu dan ayahnya. Aku bersyukur melihat itu semua, aku merasa keluargaku sangat utuh.

Sejak saat itu aku dan Ega sama-sama berjuang, ciee lebay banget ya. Tapi memang seperti itu. Kita berdua berjualan roti dikelas, pokoknya melakukan apapun untuk menghasilkan uang tapi halal loh. Dan aku juga sedang mengalami masa sulit.  Kita saling bahu membahu, saling mengingatkan jika ada yang salah. Jika kesal kita memendamnya dulu baru dibicarakan. Jangan kira persahabatan kita mulus, pernah selama sebulan saling diam, tapi saling instofeksi diri kemudian kita baikan lagi.

Apakah kita saling mengekang? Tentu saja tidak. Apakah Ega suka apa yanga aku sukai? Tentu tidak. Dia tidak suka diskusi, tidak suka nonton musik, tidak suka baca buku, tidak suka menulis. Ega punya geng di kelas. Aku punya teman-teman di “JUMPA”, lalu apa aku marah saat Ega jalan dengan gengnya? Tentu tidak. Apa Ega Marah saat aku sibuk di Organisasi dan hobbyku? Tentu tidak.

Namun kita suka meluangkan waktu bersama hanya untuk menikmati malam. Saling cerita dan berbagi.  Aku bisa menangis dihadapana Ega tapi sulit dihadapan orang lain. Begitupun dia. Aku mengenal keluarga Ega, begitupun sebaliknya. Kita dekat, sangat dekat. Ada yang orang lain tidak tahu tentang aku tapi Ega tahu. Bahkan kita bisa menangis bersama. Merasa dunia hanya milik kita walaupun sedang dalam kendaraan umum. Melakukan hal gila seperti karoke sampai tengah malam. Kita tidak menuntut teman atau sahabat itu hanya milik kita. Sama aja kayak pacaran.

Tidak selamanya harus bersama, toh suatu hari juga aku yakin aku dan ega akan hidup berpisah akan menjalani kehidupan masing-masing. Dan aku tidak bisa bergantung pada Ega begitupun sebaliknya. Teman itu bukan hanya tempat untuk bersenang-senang namun untuk berbagi saat susah pula. Teman tidak akan saling menjatuhkan namun akan memegang tangan kita dengan erat saat kita terjatuh. Teman tidak akan menuntut kita untuk selalu bersama. Namun akan selalu bersama saat menghadapi tuntutan hidup.

So apakah kamu punya sahabat atau teman? Atau hanya geng untuk teman berhura-hura. 

*Udah hampir seminggu aku dan Ega tidak bersama, hari inipu belum bertemu kangen juga sih J


Gadis yang Jatuh Cinta pada Senja

Apakah kamu pecinta pagi. Aku adalah pecinta pagi dan selamanya akan mencintai pagi. Entahlah bagiku pagi itu seperti alunan musik syahdu yang tak akan berhenti bernyanyi.  Jika tuhan menakdirkan aku hadir kembali, aku ingin jadi pendamping pagi. Apakah itu gila? Tentu saja tidak bagi mereka yang pernah merasakan jatuh cinta. Cinta itu adalah nyawa. Jika kamu sudah tidak pernah jatuh cinta hati kamu sedang mati dan itu berbahaya. Bukankah hidup ini sejatinya adalah saling berdampingan dan berbagi.

Aku bertahun-tahun mencintai pagi. Aku pernah diculik pagi dan pagi enggan ke bumi, lalu orang-orang murka. Mereka mengata-ngataiku. Lah bukannya itu anugerah biar kalian terlelap. Tapi sudahlah akhirnya aku mau berbagi pagi lagi. Aku memang tak bisa egois. Pagi juga berkata “jika kamu mencintaiku kamu harus mau berbagi”

Apakah cinta itu tidak boleh egois? Tapi aku pernah dilabrak cewek orang karena pacarnya ketahuan berpacaran denganku. cewek itu egois karena tidak mau berbagi pacar denganku? Padahal aku tidak akan merebutnya. Pacarnya  hanya teman untuk bersenang-senang. Dan aku juga sudah yakin dia akan menikahi pacarnya bukan aku.

Tapi cinta juga ternyata membosankan. Aku sudah bosan dengan pagi, entah kenapa.  Sudah berhari-hari aku tidak menyambut pagi, bahkan aku mengacuhkannya saat dia datang.
Pagi tidak marah. Itulah pagi yang selalu baik hati. Dia sabar. Dia terus merayuku. Menaruh mawar dekat bantalku. Tetap mengecup keningku.

Suatu hari aku pergi kepantai. Aku duduk dan mendengar ombak bernyanyi dengan merdu. Tiba-tiba aku melihat cahaya kuning. Seperti telur yang direbus. Aku terus menatapnya. Jantungku berdebar kencang. Wajahku memerah bagai rebusan kepiting. Senja tersenyum kepadaku. Aku hanya terdiam. Duh apa aku jatuh cinta lagi? Apa iya aku bisa jatuh cinta selain pada pagi.

Senja menyapaku kemudian pergi . Hatiku semakin bergetar. Tapi itulah senja, dia tak akan lama, dia akan segera pergi. Dan entahlah apakah esok senja akan datang seperti hari ini. Tapi sejak saat itu aku tidak peduli aku setia menunggu senja. Aku duduk ditepi pantai berdandan dengan cantik agar senja jatuh cinta padaku.

Senja melirikku. Dia tak berkata hanya mengecup bibirku. Mataku terpejam. Aku lupa jika saat itu semua orang melihatku. Dan mereka pasti melaporkannya pada pagi. Bukankah mereka masih dendam padaku. Aku mendengar mereka berbisik “coba lihat perempuan itu, bukankah itu pacar pagi. Kenapa dia berciuman dengan senja. Ah wanita itu tidak tahu malu”

Aku tak peduli, aku sedang jatuh cinta. Apakah mereka lagi-lagi tidak mengerti jatuh cinta. Kemudian senja pergi. Aku tidak sedih karna esok senja pasti akan menemuiku kembali. Dia sudah janj padaku. Keesokan harinya aku kembali duduk menanti senja. Esoknya lagi aku melakukan hal yang sama hingga suatu hari aku tidak bertemu senja. Aku kecewa, apakah senja sudah dimiliki orang lain.

O ya apa kabarnya pagi. Dia tetap baik dan seperti yang sudah aku bilang dia akan selalu baik. Jangan kira tidak ada yang melaporkan apa yang aku lakukan dengan senja. Tapi pagi bilang dia tidak peduli, mungkin saja aku hanya anak kecil yang sedang mencari mainan baru tapi setelah puas akan embali kerumah.

Bukan aku tidak peduli pagi. Aku masih mencintai pagi. Hanya saja saat ini aku juga mencintai senja. Aku percaya Pagi akan mengerti karena pagi mencintaiku tidak dengan egois. Dan selamanya aku akan mencintai pagi. Namun biarlah aku juga mencintai senja.


My Oktober Journey

Hey Oktober Luar biasa yah dibulan ini, ah nano-nano sekali. Meskipun tiap weekend ga sibuk event tapi di Oktober ini aku jadi sering pergi,...