Jumat, 02 Agustus 2013

Potret SDN Cibingbin 2

Masih hangat di benak kita tentang kisah Lintang dan 9 kawannya dalam buku Laskar Pelangi yang ditulis oleh Andrea Hirata.  Lintang dan kawan-kawannya tersebut bersekolah di SD Muhammadiyah Gantong  Belitung dengan kondisi sekolah yang memprihatinkan, sekolah yang ditopang kayu karena hampir roboh.

Kisah lintang dan kawan-kawannya tersebut langsung menyelinap dalam pikiran saya ketika menginjakkan kaki di SD Cibingbin 2. Keadaan sekolah ini memang tak seburuk  sekolah dalam cerita Laskar Pelangi, hanya saja bangunan sekolah SD Cibingbin 2 tidak layak untuk digunakan KBM. 

Bangku yang rusak  dan reyot saat diduduki, buku-buku yang sudah usang bertumpuk di meja guru. lantai yang  berdebu dan kotor mungkin penyebabnya karena sekolah sedang berlibur dan tidak digunakan sehingga debu-debu tersebut begitu tebal.  ruang kelas yang kurang pencahayaan walaupun terdapat jendela. Warna cat yang kusam serta kertas hasil kerajinan siswa yang telah sobek dan warnanya memudar. Sebuah poster nama-nama pahlawan nasional yang telah memudar dan tertutup oleh dinding bilik seperti sebuah potret negeri ini betapa pahlawan itu hanya hiasan dinding yang tak begitu penting.

Walaupun menyatu dengan Taman Kanak-Kanak (TK) jangan harap kita akan menemukan taman tempat bermain yang menyenangkan untuk anak-anak tersebut. Yang akan kita temui hanya lapangan gersang dan sebuah tiang bendera yang berdiri kokoh mengibarkan sang saka merah putih saat upacara hari senin dilaksanakan.

Sekolah ini sedang direnovasi, memang ada dua kelas yang sudah berlantai keramik, serta bangku-bangku yang layak, dinding yang bercat cerah. Namun entah kenapa pembangunannya terhenti padahal jika kita lihat musim libur sekolah adalah waktu yang cukup tepat untuk menyelesaikan pembangunan, agar saat masuk sekolah dan ajaran baru serta kurikulum baru anak-anak akan bersemangat.

Namun seperti cerita lintang dan 9 kawannya, anak-anaknya tidak takut bermimpi, mereka begitu ceria dan dengan mantap menceritakan mimpi-mimpinya. Memang  bangunan fisik sekolah tidak menentukan prestasi belajar siswa, hanya saja menurut pemikiran saya jika lingkungan dan kondisi yang nyaman untk belajar akan memotivasi belajar siswa.

Senyum dan tawa anak-anak yang tulus terpancar dari wajah mereka saat saya beserta para peserta Kuliah Praktek Bermasyarakat bersosialisasi dengan mereka. Tak hanya anak-anak bahkan para orang tua siswa berbondong-bondong menyambut kami, penasaran apa yang  kami sampaikan hari itu. Saat kami mengumumkan beberapa perlombaan yang akan dilaksanakan anak-anak tersebut tanpa malu-malu mendaftarkan diri. Alhasillebih dari empat puluh anak terdaftar mengikuti perlombaan.

Saat di suruh untuk menceritakan cita-citanya dengan wajah malu-malu mereka menceritakannya. Raden misalnya, anak kelas dua SD yang bertubuh gemuk tersebut bercerita jika dirinya sudah besar nanti ingin menjadi seorang guru. Berbeda dengan Ela dengan percaya dirinya dia mengatakan ingin menjadi artis, bahkan dia berani menyanyi dihadapan kita dan teman-temannya.


Sekolah ini tidak  berada di ujung negeri seperti sebuah cerita yang dipaparkan para pengajar muda yang ditempatkan di desa terpencil di negeri ini. Sekolah ini berada di Kabupaten Purwakarta Jawa Barat. Menuju tempat ini tidak sesulit kisah para pengajar muda yan harus menyebrangi sungai atau jalanan yang licin. Dengan menggunakan kendaraan roda dua dan 2 jam dari pusat kota Purwakarta kita sudah bisa sampai di tempat ini. 

Pemerataan pembangunann tetap saja masih menjadi masalah di negeri ini. Sehingga menurut hemat saya pemerintah daerah harus peka terhadap pembangunan didaerahnya. Terutama pendidikan, agar anak-anak yang tinnggal di pedesan tetap merasakan kemajuan dan tidak ketertingglan pengetahuan. Hal tersebut tentu saja harus ditunjang dengan kenyamanan dan fasilitas yang cukup

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dengan mengirim komentar kita telah berbagi

Sudah ga berasa yah sekarang sudah bulan Desember lagi, yah sudah memasuki musim hujan, dan ornamen taun baru serta natal dimana-mana. Ah De...