Senin, 24 Maret 2014

Daftar Keinginan

Apakah kamu sedang ingin melakukan hal-hal yang menyenangkan? Sepertinya aku sedang begitu jenuh dengan aktifitas akhir-ahir ini. Hahaha dan tetiba ingin melakukan sesuatu yang membebaskan, tanpa beban.

Sedang ingin menikmati pergantian jam hanya dengan duduk di taman, sambil sesekali mengintip para remaja yang sedang berpacaran. Atau melihat seorang ibu yang tengah asyik mengasuh anaknya. Ibu yang terlihat kesal ketika anaknya banyak bertanya.

Saat ini aku sedang ingin menikmati hari hanya dengan menonton teater, atau menonton film. Ah pokoknya menonton semacam pagelaran seni. Menonton pagelaran musik jazz bersama gebetan haha eh yang ini lupakan ya,

Menulis di pojokan caffe
Berurusan dengan rutinitas rapat, ngajar, ngerjain proposal itu ternyata meningkatkan rasa bosan 50X lipat. Haha dan saat ini aku hanya sedang ingin menulis di pojokan caffe sambil menikmati coklat panas. Dan sesekali mengintip gebetan yang tengah duduk asyik menikmati bukunya (point ini juga lupakan)

Berjalan-jalan sore sambil bersepeda dan menikmati senja
Hahaha, kalo bisa bersepedanya ditepi pantai. Sedang jatuh cinta sekali sama  deburan ombak dan buihnya.

Kemping ditengah-tengah perkebunan bunga edelwis
Pertama dan terakhir kali liat Edelwish itu tahun 2008, wow lama sekali..

Bercengkrama bersama penulis sambil membicarakan project buku
Gak pernah terbayang rasanya itu bagaimana.

Berjalan-jalan sore sambil menikmati satu cup es krim Vanila
Kamu pernah gak kayak gitu?


Kamis, 20 Maret 2014

Jika aku menjadi Inggit Ganarsih

Aku sangat mengagumi sosok istri kedua Presiden pertama RI. Ibu negara pertama tanpa mahkota gelar yang sepantasnya disematkan padanya. Inggit adalah sosok sahabat, ibu dan kekasih bagi Sukarno.

Aku tidak habis pikir apa yang ada dibenak perempuan itu, ketika dia sudah mendengar desas-desus suaminya mendekati wanita lain dan wanita itu sempat tinggal dengan mereka. Inggit masih tetap setia menemani Sukarno setidaknya hingga Sukarno terbebas dari pembuangan.

Tapi sebagai seorang wanita, inggit telah mengambil haknya untuk mengatakan tidak pada suaminya Soekarno saat Sukarno ingin mempolygaminya.

Meski Aku mengawininya, tapi Inggitlah wanita utama, istri utama.” Banyak Sekali sanjungan yang dibuat untuk perempuan yang mau patuh dan diam pada kemauan lelaki. Buatku sanjungan itu adalah muslihat. Biarlah aku tetap menjadi wanita utama atau istri utama karena aku telah mengatakan hakku atas kata “Tidak”. Kalau Kusno berani mengatakan tidak pada kolonialisme, mengapa aku mesti tidak berani mengatakan tidak pada hal yang sama padanya ketika ia ingin menjadikan perempaun sebagai koloni lelaki? Seperti tanah air yang dibelanya, aku bukanlah koloni. Sebagai Istri tugasku sudah selesai. Mendampingi Kusno untuk tabah dan selalu setia berkata “tidak” pada kolonialisme. Sebagai perempuan aku sudah menunaikan kewajibanku, mengatakan “tidak” pada seorang lelaki bernama Kusno. Dan demi kata itu, baik aku memilih kembali ke Bandung. Membawa kembali peti tua ini dan semua harga diriku... Tapi satu hal yang ingin aku katakan padamu tentang Kusno, aku tetap menyayanginya....

Itulah Inggit, demi kata “tidak” dia memilih kembali ke Bandung dibandingkan tinggal di Istana. Dia memilih bergelar seorang Janda, dibandingkan Ibu negara.  Demi kata “tidak” pada keinginan lelaki, perempuan sunda ini kembali meracik dan menjaul jamu di Bandung.
Kata “tidak” begitu mahalnya memang. Mungkin dibenak sebagian orang, kenapa Inggit memilih pergi, padahal sudahlah dia tetap bersama Soekarno, menjadi Ibu negara. Tapi Inggit adalah perempuan yang mendambakan kemerdekaan, dengan kata itu dia kembali ke Bandung dengan seluruh harga diri dan marwahnya sebagai perempuan.

Setelah kejadian itu, apakah Inggit membenci Sukarno? Lelaki yang didampinginya, diperjuangkannya. Inggit rela berjalan kaki berkilo-kilometer untuk mengunjungi Sukarno saat di penjara di Sukamiskin. Inggit rela tidak makan agar bisa menyelundupkan buku untuk Sukarno, kemudian setelah semua cobaan itu terlewati Sukarno mengatakan ingin menikah lagi dengan alasan keturunan. Inggit adalah manusia sederhana yang menjunjung bahwa cinta itu memaafkan. Inggit tetap mendoakan dan menyayangi Sukarno.

Perempuan, mahluk yang sering tidak diberi kuasa pada kata “tidak”. Perempuan seolah-olah enjadi kontrol dari kaum lelaki.  Tapi demi martabatnya sebagai perempuan , inggit merebut kembali apa yang menjadi haknya ketika lelaki sudah meminta sesuatu yang tidak bisa dikompromikan.

Kita sebagai perempuan berhak mengatakan “Tidak” pada mereka yang disebut lelaki. Lelaki bukan kontrol kuasa pada bahasa.


Perempuan punya martabat  dan harga diri. Jika aku menjadi Inggit, aku akan mengatakan “Tidak”. Biarlah kembali pada kesunyian asal tidak menjadi koloni seorang lelaki.

Jumat, 14 Maret 2014

Jika Aku (bukan) menjadi aku



Apakah pernah terpikir dibenak kalian menjadi seseorang yang bukan kalian saat ini. Kemudian terlahir di belahan benua lainnya. Hidup dan berkembang dilingkungan yang berbeda bukan dilingkungan yang saat ini kalian tinggali.

Pernah tidak terpikir jika kita masuk Universitas lain yang kita idamkan selama ini. Apakah kita akan menjadi kita yang sekarang. Mungkin kita sama  menjadi aktivis, atau malah menjadi mahasiswa kupu-kupu karena ngurusin kuliah aja bikin jenuh.

Jika aku (bukan)menjadi aku apakah aku jadi seperti ini. Aku mengenal kalian (Dewi, Imam< Dian) yang sebenarnya pertemuan kita tidak terncana di sebuah kota yang bikin rindu. Kemudian saling berinteraksi, tetap saling berkomunikasi dan saat ini berada jauh puluhan kilometer bahkan terpisahkan oleh lautan yang terbentang.

Aku selalu berandai “jika aku kuliah di fakultas dan universitas yang aku idamkan itu, mungkin aku tidak menjadi aku yang sosial, tapi aku adalah anak sains yang menghabiskan waktu di ruang laboratorium”.

Jika aku bukan menjadi aku, mungkin sederhananya aku tidak akan mengenal Tan Malaka dan pramoedya Ananta Toer. Jika aku bukan menjadi aku yang sekarang, apakah aku akan menjadi lebih baik atau lebih buruk? Tapi bukankah tuhan telah menciptakan sebaik-baiknya manusia? Aku yang sekarang adalah hasil usahaku yang terdahulu. Aku hari esok tergantung apa yang aku jalani hari ini.

Dan ternyata aku hanya ingin menjadi aku. Menjadi diri sendiri itu tanpa beban, menjadi diri sendiri itu selalu bersyukur. Semoga aku tetap menjadi aku yang berusaha sebaik-baiknya untuk melewati hari ini dan seterusnya.

Jika Aku Menjadi : Ibu




Ini tulisan pertamaku. Maaf ya buat kalian semua  Imam, Dewi dan Dian. Aku yang mengajak tantangan ini tapi aku sendiri yang terlambat menulis karena alasan yang sebenarnya bukan alasan.

Yang ada dipikiranku ketika deal tema yang akan kita usung pada tentangan #7day7post kali ini adalah jika aku menjadi seorang ibu, entahlah naluri seorang perempuan atau siap menjadi ibu (eh ini abaikan hahaha)

Jika aku menjadi ibu, maka aku punya seseorang yang harus aku lindungi. Jika aku menjadi ibu tentu saja aku ingi menjadi ibu yang masih keren seperti sekarang. Didalam diriku sudah berjanji jika kelak jadi ibu, harus dari tangankulah pertama kali anakku bisa membaca al-qur’an dan harus dari akulah pertama kali anakku bisa membaca.
Masih segar diingatanku ketika menggali informasi tentang konsep pendidikan yang diusung oleh Dewi Sartika. Menurutnya wanita adalah ibu bangsa, ditangannyalah anak-anak yang kelak akan menjadi pemimpin ini dididik dan dibesarkan. Ibu harus pintar, harus berpendidikan agar bisa mendidik anak-anaknya dengan baik.

Kadang ada pertanyaan “kenapa kamu sekolah dipendidikan, memang ingin menjadi guru?” dan jawaban yang tidak bisa dielakan oleh penanya adalah “iya, menjadi guru buat anak-anakku” biasanya si penanya hanya diam. Entah salah atau bagaimana, tapi bukankah itu benar, seorang ibu adalah guru untuk anak-naknya. Apakah kalian sepakat dengan pernyataan ini?

Eh, kalo aku menjadi ibu aku akan tetap aktif membawa anakku wara-wiri agar dia mengenal dunia luar. Dia harus bisa bersosialisasi dengan baik. Ah entahlah tidak terbayang bagaimana rasanya menjadi ibu. Yang pasti aku ingin menjadi ibu yang sangat keren... kalo kamu ingin jadi ibu yang bagaimana?

My Oktober Journey

Hey Oktober Luar biasa yah dibulan ini, ah nano-nano sekali. Meskipun tiap weekend ga sibuk event tapi di Oktober ini aku jadi sering pergi,...