Minggu, 17 November 2013

Be Happy

bahagia
fdhfgdyhdgfbsdgfwyfyefgshdgfshyeyuqwygfdhfshgfywegdvcsgdhsywqyyyyyyygujahduehdyehajdh

Pasti tidak mengerti apa yg ditulis diatas. Itu bukan kalimat jadi anda tidak perlu pusing menerjemahkannya.  Ya aku hanya ingin mengetiknya, udah. Sadar atau tidak terkadang kita terjebak dalam sesuatu yang tak berarti. Kita sibuk memikirkan dan menerjemahkan serta mencari kebahagiaan, hingga akhirnya kita melupakan hal-hal yang penting yang harus kita lakukan.

Sadar atau tidak hidup kita selalu mengejar ambisi. Kita melihat laut yang terbentang tetapi kita masih tetap mencari samudra. Kita telah mendaki bukit tapi kita ingin mendaki gunung, dan kita melupakan satu hal, lupa mensyukurinya. Bersyukur karena tuhan telah memberi kita kekuatan hingga bisa mendaki bukit dan menyelami laut.

Apa yang mendasari kita mencari sesuatu yang kadang kita tidak mengerti tujuannya. Ada beberapa orang yang bilang mencari kebahagiaan. Ya bahagia, hidup bahagia dambaan setiap insan. Jika ditanya saya yakin tidak ada yang akan menjawab ingin hidup menderita.
Kita terus mencari arti bahagia itu seperti mencoba menerjemahkan huruf-huruf yang diketik diatas. Sampai kita menutup usiapun apakah menjamin kita menemukan bahagia itu?

Dimanakah kebahagian itu?

Apakah bahagia itu ada digunung yang menjulang hingga langit?

Samudra yang dalam.

Atau bahagia itu ada dalam diri kita?

Yang saya rasa bahagia itu adalah sederhana. Mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Tuhan. Bahagia adalah anugerah.  Menemani orang yang akan menghadapi sakaratul amutnya adalah kebahagiaan. Bisa bangun pagi juga bentuk kebahagiaan.

Bahagia bukan materi yang berlimpah, walaupun hidup memerlukan materi. Apakah anda dijamin bahagia mempunyai uang  jutaan dollar sedangkan anda sedang berbaring diranjang pesakitan karena kanker.

Apakah anda bahagia mempunya puluhan perusahaan tapi hidup anda berada dalam kesepian. Anda tidak punya kawan bahakan anda sulit membedakan aman kawan dan lawan.

Tapi coba tengok keluarga kecil seorang petani yang hidupnya sederhana. Tidak penuh ambisi, baginya yang penting bisa cukup makan dan membeli pakaian serta cukup uang untuk biaya sekolah anaknya. Dan satu hal yang dia harapkan, dia tidak ingin meninggalkan tuhannya. Petani itu tidak pernah makan di restoran mewah. Dia makan di galengan sawah tanpa piring hanya menggunakan daun, tapi apakah dia tidak merasakan nikmat rezeki tuhan?

Coba kita tengok bukankah saat ini sedang populer konsep rumah makan ala pedesaan. Orang-orang kota memburu tempat-tempat yang menyuguhkan suasana pedesaan, seolah-olah mereka tidak bahagia dengan kotanya. Lalu apakah mereka bahagia mendapatkan suasana desa itu? Saya yakin tidak sebahagia petani, karena mereka tidak merasakan bagaimana 
bersahabat dengan tanah, mengolahnya sehingga bisa ditanami.


Apakah kau sedang mencari kebahagiaan saat ini? J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dengan mengirim komentar kita telah berbagi

My Oktober Journey

Hey Oktober Luar biasa yah dibulan ini, ah nano-nano sekali. Meskipun tiap weekend ga sibuk event tapi di Oktober ini aku jadi sering pergi,...