Selasa, 31 Juli 2012

Sepotong Hati yang Tertinggal


“Aku menyesal,” katanya suatu malam, setelah sekian lama tak ada kabar tiba-tiba kamu hadir,  aku hanya diam.
 “Seandainya waktu bisa terulang kembali, mungkin kita telah bahagia, menempati rumah itu, menyatukan cinta kita diatas altar, didepan bunda maria yang suci sama seperti sucinya cinta kita,” kamu terus bicara, dan sama seperti yang dilakukan diawal, aku masih diam. Kemudian kamu meneguk hot chocolate yang sudah tak panas lagi.
“Sam, sejak kejadian itu, aku merasa bersalah padamu, pada ibumu dan pada janji kita,” kamu masih terus berbicara. Malam ini dia menggunakan gaun berwarna ungu, gaun yang sama saat pertunangan itu, dan saat kau mengingkari janji kita.
“Aku terlalu bodoh, jatuh kelubang yang sama, cinta itu membutakan mataku, hingga aku tak tahu mana yang tulus dan tidak,”katanya lagi. Aku masih diam, dan menikmati jazz yang dimainkan para pemusik caffe.
***
Alice, adalah gadis yang paling cantik dikampus, semua laki-laki bersaing untuk mendapatkannya, siapapun yang bisa menjadi kekasihnya adalah laki-laki yang beruntung, selain cantik dia gadis yang sangat pintar. Dan aku? Hanya mahasiswa kutu buku yang biasa, aku tak mau bermimpi mendapatkan cinta alice, dia terlalu sempurna untukku, dan terlalu jauh untuk kuraih walaupun sebenarnya jauh dari dalam lubuk hatiku ingin aku terus didekatnya dan menjaganya hingga akhir hidupku.
Suatu hari aku melihat Alice berubah, walaupun aku tak dekat dengannya, namun sudah hampir tiga tahun aku sekelas dengannya, dia gadis periang dan sangat ramah, namun mukanya saat ini begitu sendu, entahlah apa yang terjadi padanya. Aku melihatnya sendirian dikantin kampus, ingin rasanaya aku menegurnya , namun aku tak berani, aku terlalu takut, takut jika dia akhirnya akan marah dan tak mau melihatku lagi.
Aku sibuk dengan sarapanku, dan sebenarnya sesekali aku mencuri pandang padanya, duh gusti, gadis seayu dia siapa yang berani membuta wajahnya semurung itu, sungguh keterlaluan orang itu, jika dia jadi kekasih hatiku tak akan sedikitpun aku membuat hatinya luka. Sarapanku telah selesai, tak ada alasan lagi untuk tetap berada disini, dan sebentar lagi jam kuliah dimulai.
Alice sudah tak ada ditempat duduknya, mungkin dia sudah duluan masuk kelas, akh seandainya bisa ingin sekali aku beriringan menuju kelas bersamanya.
Sebulan berlalu setelah kejadian itu, aku sekarang bukan pengecut lagi buktinya Alice sekarang menjadi kekasihku, malaikat cinta tengah berbaik padaku sejak saat itu, siapa yang menyangka dewi keberuntungan ternyata sedang mendekatiku. Hidupku sangat sempurna, Alice tak hanya cantik wajahnya, juga hatinya, dia mau menerima segala kekuranganku, aku seperti laki-laki yang beruntung didunia ini. Dia begitu akrab dengan ibu, dia tak sungkan untuk sekedar main bersama.
Malam natal kami merayakannya bersama, begitupun dengan hari raya yang lainnya. Alice anak tunggal dan ayahnya sangat sibuk sedangkan ibunya sudah lama meninggal. Selesai kuliah aku bekerja di perusahaan asing, sedangkan Alice bekerja diperusahaan papanya. Hubungan kami begitu sempurna, kami jarang bertengkar setiap hari dilalui dengan romantisme, ditengah kesibukannya, Alice selalu menyempatkan diri untukdatang kekantorku hanya sekedar makan siang.
Hingga suatu malam aku mengajaknya makan malam dan berencana untuk melamarnya.
“Kamu tahu, sebenarnya aku sudah ingin melakukan ini sejak aku pertama kali bertemu denganmu, namun saat itu aku tak berani, aku dan kamu bagaikan pipit dan angsa,”kataku memulai pembicaraan dan kata-kata ini sudah aku persiapkan jauh-jauh hari, aku ingin malam ini sempurna. Alice hanya tersenyum, dan menatapku dengan tatapan penuh cinta, tak ada lagi keraguan dihatiku untuk tidak meneruskannya.
“Aku orang yang paling beruntung didunia ini, karena bisa mendapatkan gadis secantik kamu,”aku menengok sebentar keluar karna tak kuasa menatap matanya, kulihat bulan sedang menginip seeprtinya dia malu dan enggan menggangguku, angin berhembus lembut, dan para pemain musik caffe sedang memainkan musik jazz, biduanitaya menyanyi dengan merdu, malam ini sangat istimewa bagiku.
“Alice, maukah kamu menjadi istriku, jadi ibu untuk anak-anakku, tinggal rumah kayu dipinggir pantai, agar bisa menikmati senja bersama, melihat silluet yang indah,”
“Sam, aku tak kuasa untuk tidak berkata iya,” malam itu dunia berada digengamanku.
Pernikahan tinggal menghitung hari, udangan telah disebar, cincin telah dipilih, gedung resepsi telah dipersiapkan, gaun pengantin telah siap, aku dan Alice siap mengikat janji suci sehidup semati didepan Bunda Maria dan aku siap berkorban apapun demi kebahagiaan Alice sama seperti pengorbanan Yesus sang juru penyelamat.
Tapi tiba-tiba suatu malam Alice meneleponku, dia memintaku untuk bertemu tepat dua hari sebelum janji suci itu diikrarkan. Ada hal penting yang ingin disampaikan katanya, apakah tentang pernikahan? Bukankah semuanya telah , atau adakah yang kurang.
Alice malam itu sangat cantik, dia menggunakan gaun ungu, sama seperti malam pertunangan. Aku melihatnya duduk sendirian di caffe, aku melihatnya sama seperti beberapa tahun silam dikantin kampus.
“Sam, kamu masih ingat beberpa tahun silam saat pertemuan kita dikantin kampus?,”katanya lirih dan pandangannya keluar. Aku hanya mengangguk, malam ini Alice seperti bukan kekasihku yang aku kenal.
“Sam, dia datang lagi, aku merasa bersalah padanya ternyata dia tidak meninggalkanku untuk wanita lain, Sam, apakah kamu pernah merasakan cinta pertama? Sulit Sam, cinta pertama itu sulit untuk dilupakan, walaupun dia pernah membawa separuh hatiku, kemudian aku menemukan separuh hati yang baru, namun jika separuh hati yang lama datang lagi, separuh hati yang aku rindukan aku tak kuasa menahannya. Maafkan aku Sam, aku merasa cintaku yang hilang telah kembali, maafkan aku membuatmu terluka, aku hanya tak ingin hidup denganmu penuh dengan kemunafikan, biarkan aku kembali menjemput separuh hatiku yang hilang dan aku yakin kau akan mendapatkan separuh hati yang baru, terimaksih atas semuanya sam,”  Kemudian Alice menciumku, ciuman yang sangat menyakitkan,  setelah itu dia meninggalkanku yang masih terdiam seperti patung tanpa menoleh sedikitpun. Semua kebahagian itu sirna, bumi dan seisinya seperti roboh, bulan nampak murung, tak seindah dulu saat aku dan alice berjanji disini untuk menjemput kehidupan yang baru. jika boleh meminta lebih baik hari ini kiamat saja.  Tapi dunia sepertinya tidak mau berakhir, kehidupan masih terus berjalan walaupun tidak ada pernikahan, mentari masih terbit dari timur, dunia masih erputar jam dinding masih terus berdetak dikamarku, semuanya masih sama yang membedakan aku harus melewatkan malam yang menyesakan, aku harus berdamai dengan keadaan, dan aku harus membunuh semua rasa rindu dan kehampaan.
Namun setelah sekian lama aku berusaha menepisnya dari bayanganku, berusaha melewati natal tanpa air mata, hari ini Alice kembali hadir dan menawarkan kembali sepotong hati yang telah lama dia bawa pergi, dan meninggalkan sepotong hati yang tercabik-cabik. Namun bagiku cinta bukan sekedar memaafkan namun sebuah prinsip.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dengan mengirim komentar kita telah berbagi

Sudah ga berasa yah sekarang sudah bulan Desember lagi, yah sudah memasuki musim hujan, dan ornamen taun baru serta natal dimana-mana. Ah De...