Selasa, 20 Juli 2021

Memaknai Idul Adha


Waktu ternyata berjalan begitu cepat, yups setahun lalu aku bisa merayakan idul adha di rumah, sambil merasakan badan yang sakit semua karena pulang berdua dengan adikku menggunakan motor, nekad banget sih waktu itu, dan yah sudah setahun  juga aku sendiri di Jakarta. 

Masih ingat awal penyesuaian saat pandemi, rasanya berat, meeting full tiap hari, tapi pelan-pelan mulai bisa beradaptasi. Yah begitulah manusia, mahluk yang paling mudah beradaptasi Ini masa yang tidak mudah bagi semua orang, kabar duka datang silih berganti, rasa cemas dan khawatir selalu ada dibenak semua orang.

Dan, sekali lagi hari ini juga pasti bisa aku lalui, aku kembali percaya entah cerita bahagia atau sedih, suatu hari hanya akan bisa dikenang, di tertawakan. Manusia terkadang takut berada di titik terendah dalam hidupnya, takut merasa kehilangan, takut bersedih dan kecewa, tapi cerita itu adalah cerita yang paling membekas, cerita yang bisa membuat kita tumbuh, dan kuat seperti hari ini.

Akhir-akhir ini juga aku berusaha sekuat tenaga untuk belajar ikhlas, belajar untuk menyerahkan semua urusan dan skenario jalan hidupku pada Allah. Aku hanya bisa berusaha dan berdoa semampuku, sisanya biarkan Allah yang bekerja.

Tanpa kita sadar, Allah selalu menyelamatkan kita, meskipun bentuk penyelamatannya adalah saat kita terjatuh atau kecewa, tapi itu jalan terbaik yang harus diterima. Aku masih ingat betapa kecewanya aku saat aku selesai menjadi wartawan di kompas, saat itu perasaanku sangat sesak, yups, kecewa, dan sedih. Lalu Allah memberikan jalan lain, yah aku bahagia dengan pekerjaanku saat ini, dan inilah pekerjaan yang cocok buatku , yang membuatku bisa bertumbuh, aku bahagia.

Makna idul adha bagiku saat ini adalah segala sesuatu memang harus di ikhlaskan, dilepaskan dan di kurbankan. Dan kita tidak pernah memiliki apa-apa, segala sesuatu yang ada pada kita saat ini adalah titipan, dan terkadang itu adalah ujian. Semoga aku bisa lolos ujian lagi di tahun ini, aku bisa mengikhlaskan segala sesuatu yang memang bukan menjadi milikku. Bukankah sekeras apapun kita menggenggam jika bukan milik kita maka akan lepas, dan jika itu bukan milik kita meskipun kita tidak mengejarnya maka itu akan menghampiri.

Hal yang bisa aku lakukan saat ini adalah menjaga dengan baik apa yang aku miliki, dan menitipkannya kepada sang pemilikNya. 

Selamat idul adha, semoga tahun depan aku bisa memaknai idul adha dengan pemikiran dan hati lebih dewasa lagi.


*Jakarta, menuju senja dan aku sangat rindu

Selasa, 06 Juli 2021

Welcome Juli

Juli

Saat ini lebih banyak mendengar berita duka, sampai rasanya kepalaku penuh. Bulan ini perasaanku naik turun. Aku merasa khawatir, takut, cemas tak jarang diam-diam aku menangis. Entahlah akhir-akhir ini emang aku sering merasa cengeng. 

Banyak ketakutan yang datang, banyak rasa rindu yang terpendam dan aku sadar ternyata aku juga tidak bisa memaksakan apa yang aku rasakan. Sekali lagi aku harus mulai berdamai dengan keadaan, menerima hal yang tidak sesuai dengan keinginanku, yups setelah melewati proses denial akhirnya aku memasuki fase sebuah penerimaan. Dan menuju proses ini memang tidak mudah, menerima hal yang tidak kita harapkan pasti ada perasaan kecewa, marah, kesal dan sedih. Namun itulah emosi, emosi yang tidak diinginkan tapi ada dan harus diterima.

Bulan ini, aku kembali full wfh, bagi sebagian orang mungkin terlihat enak yah, kerja dirumah dan digaji, tapi yah bagiku si extrovert ini adalah perjuangan yang cukup sulit. Karena energiku didapatkan dengan bertemu banyak orang,  kebayangkan gimana aku menjalani hari-hariku sekarang, yah energiku mulai terkuras. Tapi ini harus aku terima, harus survive.

Tahun lalu aku berharap tahun ini aku bisa hidup normal, hari yang normal, weekend yang normal, tapi yah Tuhan selalu punya rencana untuk mendekatkan umatnya kepadanya. Aku menyadari setelah memasuki masa pandemi ini aku lebih sering mendekatkan diri, mencari perlindungan kepada Tuhan. Jika dulu waktuku aku habiskan dengan bekerja, dan tengah malam baru tidur lalu solat subuh yang kesiangan, semenjak pandemi aku mulai kebiasaan baru. Terima kasih, terkadang manusia harus melewati masa sulit terlebih dahulu agar bisa kembali kepada Tuhannya.

Aku juga belajar berserah diri, menahan diri, menahan ego, dan lebih sering memeluk diri sendiri. Aku juga sedang beajar merasa cukup dengan apa yang sudah Tuhan kasih. Cukup, kata yang sering mamah pesankan kepadaku. Karena jika kita tidak merasa cukup, kadang kita tidak bersyukur dangan apa yang kita punya, dan pasti menginginkan lebih dan lebih. 

Aku percaya setiap hari adalah proses yang panjang, proses menerima dan berdamai sama keadaan, proses untuk mindfullnes agar pikirannya ga negatif atau penuh dengan banyak prasangka hehe. Untuk menjadi lebih baik memang perlu melewati banyak hal. Tahun ini aku juga bersyukur karena ujiannya tidak seberat tahun kemarin, karena keluargaku masih baik-baik saja hingga saat ini. Yups ga ada hal yang lebih di syukuri selain orang yang kita sayangi tetap baik, bahagia dan sehat-sehat. Ingat ai chintia, hidup itu adalah gagal, jatuh, lelah, tapi kamu harus bangkit, berdiri lagi, berjeda sebentar lalu kembali berjalan dan berlari, berbahagialah selalu.. 

Sabtu, 03 Juli 2021

3 Perempuan Inspiratif

Rencana menulis tentang sosok perempuan inspiratif ini tuh udah lama sih, hanya saja ai chintia sok sibuk jadi baru terwujud. Banyak sekali tokoh-tokoh perempuan di Indonesia ini yang keren-keren, baru-baru ini tentu saja ada Najwa Sihab, Maudy Ayunda, Dian Sastro, dan banyak lainnya. 

Namun, bagiku  ada tiga sosok perempuan yang sangat menginspirasi baik itu pemikiran maupun keputusan-keputusan hidup yang diambilnya yang luar biasa, yaitu Inggit Ganarsi, Dewi Sartika, dan Nyai Ontosoroh, untuk nyai ontosoroh memang hanyalah sosok fiksi ciptannya Pramudya Ananta Toer tapi di kidah tetralogo Bumi Manusia, nyai ontosoroh menjelma menjadi wanita dengan pemikiran modern di zamannya. Baiklah mari kita bahas satu-satu apa yang membuat ketiga orang tersebut sangat menginspirasi.


1. Inggit Ganarsih

Dulu, istri Sekarno yang ku kenal hanyalah Fatmawati, sebab namanya menghiasi buku-buku sejarah di sekolah. Siapa yang tidak ingat dengan pertanyaan, Siapakah yang menjahit bendera merah putih saat menjelang kemerdekaan? tentu Fatmwati lah jawabannya. Aku mengira Soekarno hanya memiliki satu istri, namun ternyata soekarno menikah dengan sembilan perempuan. 
Inggit merupakan istri kedua Soekarno, kisah cinta mereka di awal memang penuh drama. Saat mereka jatuh cinta, Inggit masih menikah dengan H. Sanusi dan Soekarno masih menjadi suami sahnya Utari. Namun siapa yang menyangka, ibu kos Soekarno kala itu menjadi istrinya, yang menemaninya berjuang dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bagi sosok Soekarno, Inggit tidak hanya semata seorang Istri, Inggit adalah seorang Kekasih, Ibu serta teman berdiskusi. Aku berpikir, Inggit adalah sosok yang cerdas, meskipun dia tidak sekolah, bagaimana bisa jika Inggit hanya perempuan biasa dia bisa mengimbani diskusi Soekarno tentang Indonesia, tentang mimpi-mimpinya untuk memerdekakan Indonesia.  Inggit adalah teman seperjuangan Soekarno, dialah yang membelikan buku-buku untuk Soekarno saat Soekarno berada dalam penjara di Sukamiskin. Inggit menemani Soekarno saat dibuang ke Ende hingga Bengkulu, namun meskipun beliau menemani masa-masa perjuangan Soekarno, Inggit tidak menjadi Ibu negara, Inggit hanya mengantarkan Soekarno hingga ke Gerbang. Bagi Inggit lebih baik dia di ceraikan daripada harus dimadu.


2. Dewi Sartika

Tokoh pahlawan wanita dari Bandung ini menurutku punya pemikiran yang luar biasa di zamannya. Bagi Dewi Sartika, perempuan itu harus berpendidikan karena perempuan adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Dewi Sartika yang seorang putri bangsawan diam-diam mengajar apara perempuan abdi dalam di kadipatennya. Dewi Sartika kemudian mendirikan sekolah yang bernama kautamaan Istri, beliu berjuang untuk pendidikan kaum perempuan. Pemikiran dia yang sangat dipegang adalah ketidak inginannya untuk tidak di madu. Beliau memilih menikah dengan seorang guru dan menolak menikah dengan bupati karena dimadu. Aku semakin menyukai Dewi Sartika saat melakukan riset untuk menulis di tabloid ketika kuliah dulu. 



3. Nyai Ontosoroh

Tokoh ini adalah tokoh fiktif buatannya Pramoedya Ananta Toer di tetralogi Bumi Manusia. Nyai Ontosoroh adalah seorang gundik yang dijual oleh ayahnya. Gundik adalah  perempuan simpanan, atau yah perempuan yang tidak resmi dinikahi, dan tentu saja status gundik dimata masyarakat tidak dipandang sebagai perempuan dan manusia. Karena sadar akan statusnya itu, Nyai Ontosoroh banyak belajar dari Melema yaitu laki-laki yang menjadikannya seorang Gundik, agar dia bisa diakui menjadi seorang manusia. Nyai Ontosoroh belajar bahasa Belanda, belajar membaca dan berhitung, kemudian belajar bisnis hingga akhirnya dia memiliki perkebunan Buitenzorg. Nyai Ontosoroh adalah sosok perempuan bijaksana, berani dan tegas. Nyai juga sangat mendukung Minke untuk melawan penjajah, dan tentunya dia sangat mendukung Minke untuk menulis, sampai sekarang aku masih hafal kutipan nyai Ontosoroh untuk Minke "Tahukah Kau kenapa aku sayangi kau dari siapapun? Karena kau menulis. Suaramu tak akan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari. 


Itulah sosok perempuan yang bagiku sangat mengisnpirasi, dan tentunya masih banyak perempuan-perempuan Indonesia yang luar biasa. 

My Oktober Journey

Hey Oktober Luar biasa yah dibulan ini, ah nano-nano sekali. Meskipun tiap weekend ga sibuk event tapi di Oktober ini aku jadi sering pergi,...