Rabu, 18 September 2013

Mari Bergandengan Tangan


Kemarin ini saya diberi pertanyaan oleh siswa saya, “Kenapa Belanda ingin menguasai Indonesia?” Saya menjawab dengan santai, “karena Indonesia kaya, Indonesia punya beragam rempah-rempah menanam apapun di Indonesia bisa tumbuh subur.” Hey kawan, kenapa kita tidak mensyukuri kita dilahirkan di Indonesia. Diberi hidup disini.

Atau kalian memang telah muak pada mereka para politisi yang merusak negeri ini. Tidak percaya kepada para wakil rakyat terhormat yang memakan uang rakyat. Ya itu memang memuakkan. Lelah bukan kita mendengar korupsi setiap hari? Menyeramkan bukan ketika melihat berita penembakan polisi. Polisi yang mengayominya saja terancam bagaimana masyarakatnya? Jengkel bukan melihat penindasan terhadap kaum minoritas. 

Itu realita yang negeri ini sedang hadapi, tapi tidak ada salahnya kita optimis ditengah carut –marut . Coba kita tengok sejarah kita sebentar, ketika Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka memperjuangkan kemerdekaan, rakyat Indonesia 90 % buta huruf. Apakah mereka pesimis? 

Apakah mereka menyerah pada keadaan. Seandainya mereka semua pesimis apakah Indonesia bisa menghirup kemerdekaan? Jawabannya tidak. Soekarno begitu oftimis negeri ini akan terbebas dari kolonialisme. Begitupun Hatta, syahrir dan para tokoh yang lainnya.

Lalu apa yang membuat kita pesimis di zaman sekarang ini? Coba kita tengok berapa ribu lulusan perguruan tinggi setiap tahunnya? Berapa angka pertumbuhan ekonomi Indonesia? Tentu saja keadaan saat ini jauh lebih baik di bandingkan zaman kolnial.

Hey begitu banyak orang pintar dan terpelajar di negeri ini. Saya yakin jika semua bersatu, saling berpegangan tangan demi satu nama Indonesia maka perubahan itu akan segera terjadi.

Mengutip kata-kata Anies Baswedan “Lebih baik menyalakan lilin dari pada mengutuki kegelapan.”

Sudah cukup kita menyalahkan kegelapan, sudah cukup kita berada dalam sangkar namun tiak mencoba keluar. Saat ini yang harus kita lakukan adalah ikhtiar. Melelahkan? Iya memang tapi haruskah kita menyerah dalam kelelahan bukankah kita anak muda yang bisa bekerja lebih keras. Anak muda yang bisa tidak tidur karena cemas memikirkan bangsanya. 

Anak muda yang punya impian, anak muda yang merindukan perubahan.
Jika kita benci tempat kotor bukan mengutuki, membiarkan kemudian meninggalkan. Kita harus berusaha membersihkannya, membuatnya nyaman sehingga kita menetap dan mensyukuri tempat itu.

Saya yakin Indonesia rindu pada sosok muda yang ingin bergerak, turun tangan membenahi negeri yang kita cintai ini. Sudah cukup penyeselan karena kita dilahirkan di Indonesia.  Indonesia begitu besar, tidak cukup dua tangan yang membenahinya. Indonesia butuh ribuan tangan yang sama-sama ingin mengubah negeri ini. Indonesia butuh ribuan kaki agar tetap berjalan dan berlari mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Kalau bukan kita rakyatnya siapa lagi? Sudahlah cukup melihat keindahan negara lain. Lah bukankah ada pepatah “rumput tetangga terlihat lebih hijau” tanpa kita ketahui mungkin saja didalam rumput itu ada ular berbisa yang mematikan. Syukuri saja apa yang kita punya, kemudian kita pupuk agar lebih subur dan Indah. Toh dengan ngedumel tidak akan menyelesaikan masalah.

Hey kita, anak muda Indonesia mari kita bangunkan sang Garuda yang sudah lama tertidur. Mari kita kepakan sayapnya, kita terbang hingga melampaui jagat ini.
Ah bukankah kita ini memang keturunan Garuda, jika saat ini terjebak diantara keluarga ayam yakinlah pada potensi diri kita bahwa kita bisa terbang, bukan menyerah pada keadaan.


Mari kita bergandengan Tangan J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dengan mengirim komentar kita telah berbagi

My Oktober Journey

Hey Oktober Luar biasa yah dibulan ini, ah nano-nano sekali. Meskipun tiap weekend ga sibuk event tapi di Oktober ini aku jadi sering pergi,...