fdhfgdyhdgfbsdgfwyfyefgshdgfshyeyuqwygfdhfshgfywegdvcsgdhsywqyyyyyyygujahduehdyehajdh
Pasti tidak mengerti apa yg ditulis
diatas. Itu bukan kalimat jadi anda tidak perlu pusing menerjemahkannya. Ya aku hanya ingin mengetiknya, udah. Sadar
atau tidak terkadang kita terjebak dalam sesuatu yang tak berarti. Kita sibuk
memikirkan dan menerjemahkan serta mencari kebahagiaan, hingga akhirnya kita
melupakan hal-hal yang penting yang harus kita lakukan.
Sadar atau tidak hidup kita selalu
mengejar ambisi. Kita melihat laut yang terbentang tetapi kita masih tetap
mencari samudra. Kita telah mendaki bukit tapi kita ingin mendaki gunung, dan
kita melupakan satu hal, lupa mensyukurinya. Bersyukur karena tuhan telah
memberi kita kekuatan hingga bisa mendaki bukit dan menyelami laut.
Apa yang mendasari kita mencari
sesuatu yang kadang kita tidak mengerti tujuannya. Ada beberapa orang yang
bilang mencari kebahagiaan. Ya bahagia, hidup bahagia dambaan setiap insan.
Jika ditanya saya yakin tidak ada yang akan menjawab ingin hidup menderita.
Kita terus mencari arti bahagia itu
seperti mencoba menerjemahkan huruf-huruf yang diketik diatas. Sampai kita
menutup usiapun apakah menjamin kita menemukan bahagia itu?
Dimanakah kebahagian itu?
Apakah bahagia itu ada digunung yang
menjulang hingga langit?
Samudra yang dalam.
Atau bahagia itu ada dalam diri kita?
Yang saya rasa bahagia itu adalah
sederhana. Mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Tuhan. Bahagia adalah
anugerah. Menemani orang yang akan
menghadapi sakaratul amutnya adalah kebahagiaan. Bisa bangun pagi juga bentuk
kebahagiaan.
Bahagia bukan materi yang berlimpah,
walaupun hidup memerlukan materi. Apakah anda dijamin bahagia mempunyai
uang jutaan dollar sedangkan anda sedang
berbaring diranjang pesakitan karena kanker.
Apakah anda bahagia mempunya puluhan
perusahaan tapi hidup anda berada dalam kesepian. Anda tidak punya kawan
bahakan anda sulit membedakan aman kawan dan lawan.
Tapi coba tengok keluarga kecil
seorang petani yang hidupnya sederhana. Tidak penuh ambisi, baginya yang
penting bisa cukup makan dan membeli pakaian serta cukup uang untuk biaya sekolah
anaknya. Dan satu hal yang dia harapkan, dia tidak ingin meninggalkan tuhannya.
Petani itu tidak pernah makan di restoran mewah. Dia makan di galengan sawah
tanpa piring hanya menggunakan daun, tapi apakah dia tidak merasakan nikmat
rezeki tuhan?
Coba kita tengok bukankah saat ini
sedang populer konsep rumah makan ala pedesaan. Orang-orang kota memburu
tempat-tempat yang menyuguhkan suasana pedesaan, seolah-olah mereka tidak
bahagia dengan kotanya. Lalu apakah mereka bahagia mendapatkan suasana desa
itu? Saya yakin tidak sebahagia petani, karena mereka tidak merasakan bagaimana
bersahabat dengan tanah, mengolahnya sehingga bisa ditanami.
Apakah kau sedang mencari
kebahagiaan saat ini? J